Makalah Dasar-dasar Kebidanan
“ASPEK SOSIAL
BUDAYA YANG ADA DIMASYARAKAT”
Disusungunamemenuhisebagiantugas Mata KuliahDasar-dasar Kebidanan
Dosen
Pengampu: Winarsih.,S.SI.T.M.Kes
Oleh:
Kelompok 1
kelas 2E
1. Hidayati (140161)
2. Thuhfatul Mardiyyati (140162)
3. Rialita Risa Hartini (140163)
4. Nova Nendia Putri (140164)
5. Rahma Dwiningrum (140165)
6. Wiwik Yudiati (140166)
7. Puti Ritma Astuti (140169)
8. Woro Larasati (140170)
9. Nur Wasilatul Rahma (140171)
AKADEMI KEBIDANANYOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2015/2016
Jl.Parangtritis Sewon
Bantul Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek Legal dalam
Kebidanan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan tugas Makalah Etikolegal Akademi Kebidanan Yogyakarta.
Makalah ini tidak akan terlaksana tanpa
bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. Henri Soekirdi, M.Kes. selaku Direktur
Akademi Kebidanan Yogyakarta.
2. Winarsih., S.SI.T.M.Kes.selaku pembimbing
dalam pembuatan Makalah Dasar-dasar Kebidanan ini.
3. Pri Hastuti selaku koordinator mata kuliah
Dasar-dasar Kebidanan.s
4. Rekan-rekan mahasiswa Akademi Kebidanan
Yogyakarta angkatan 2015.
Dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi mengevaluasi peningkatan makalah ini, agar selanjutnya menjadi
lebih baik. Harapan penulis semoga makalah ini dapat diterima dan dapat
bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta,
April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Budaya adalah suatu
pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Citra budaya yang
bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai
perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat
dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa
bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
itu bersifat abstrak.
Dalam masyarakat
pada umumnaya pentingnya akan kesehatan masih banyak yang belum sepenuhnya
memahami,terutama pada orang awam yang masih menjunjung tinggi adat istiadat
dan budaya daerah mereka dan kepercayaan pada nenek moyang atau
orang terdahulu sebelum mereka,meraka masih mempercayai mitos-mitos tentang
cara-cara mengobati masalah kesehatan,padahal pada faktanya kegiatan mereka
tersebut malah menjadi penghambat dalam peningkatan kesehatan masyarakat
terutama masalah kesehatan ibu dan anak.apa lagi di era sekarang ini kondisi
kesehatan ibu dan anak sangat-sangat memprihatinkan.masih banyak anak-anak yag
nutrisi dan gizinya belum tercukupi,karena sebagian masyarakat masih menganggap
bahwa apa yang telah di berikan orang terdahulu mereka harus di berikan kepada
anak mereka sekarang.
Pada
ibu hamil juga masih banyak mitos-mitos yang di percaya untuk tidak di
lakukan,padahal itu harus di lakukan untuk kesehatan ibu dan janin yang di
kandungnya,misalnya seperti di larang makan ikan laut,padahal ikan laut itu
bergizi tinngi dan banyak mengandung protein yang bagus untuk kesehatan ibu dan
janin,tapi mitos dalam budaya mereka melarang larang untuk memakannya.pada
budaya di daerah mereka ada juga ritual untuk wanita yang sedang hamil,seperti
upacara mengandung empat bulan,tujuh bulan,dan lebih dari sembilang bulan.
Menjadi
seorang bidan desa dan di tempatkan pada desa yang plosok dan masih tinggi
menjunjung adat istiadat budayan dan mempercayai mitos sangatlah susah dan
penuh perjuangan mental dan raga,karena masyarakatnya lebih mempercayai mitos
dari pada tenaga kesehatan seperti bidan,mereka masih mempercayai dukun untuk
menolong persalinan atau pun menyembuhkan penyakit yang di derita masyarakat
dan anak.padahal persalinan dengan bantuan dukun akan menakutkan sekali,karena
takut terjadinya infeksi paska persalian,misalnya penularan penyakit selama
persalinan,seperti pemotongan tali pusar dengan menggunakan gunting biasa atau
belatih dari bambu,padahal seharus naya semua alat yang di gunakan dan gunting
tersebut harus di sterilkan terlebih dahulu,tapi kalau dukun tidak melakukan
hal itu.
Jadi
tugas kita sebagai tenaga kesehatan bidan dalam upaya untuk menanggulangi
maslah-masalah tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak kita harus
merubah paradigma masyarakat awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan bidan di
mata orang awam,karena bidan lebih berkompeten dalam melkukan tindakan karena
sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan mengetahui tentang maslah dan
penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur kesehatan yang ada.dan
pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk mencapai
mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri
nama sasaran milineum development goals (MDGs).sehingga menciptakan
sebuah masyarakat yang tanggap dan berperan aktif dengan maslah
kesehata,terutama untuk diri mera sendri,dan menjadikan suami siaga pada saat
akan persalinan,dan tercapai lah tujuan pemerintah tecapai tindakan untuk
membuwat “ibu selamat,bayi sehat,dan suami siaga.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud aspek sosial
budaya pada setiap perkawinan?
2. Apa yang dimaksud aspek sosial pada
setiap trimester kehamilan ?
3. Bagaimana aspek budaya selama
persalinan kala I,II,III,IV ?
4. Bagaimana aspek sosial budaya dalam
masa nifas ?
5. Bagaimana aspek sosial budaya yang
berkaitan dengan BBL ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa saja aspek sosial budaya pada setiap
perkawinan
2. Mengetahui apa saja aspek
sosial pada setiap trimester kehamilan
3. Mengetahui apa saja budaya selama
persalinan kala I,II,III,IV
4.
Mengetahui apa sosial budaya dalam masa
nifas
5. Mengetahui apa saja aspek sosial budaya
yang berkaitan dengan BBL
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Budaya
Pengertian
Budaya Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan
berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli antropologi yang
merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah
Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta
kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar,
2006).
Definisi
lain dikemukakan oleh Linton dalam buku: “The Cultural Background of
Personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang
dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung
dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu, (Sukidin, 2005).Sepertu halnya
budaya ini berkembang seiring waktu seperti contohnya kebudayaan saat akan
perkawinan maupun kebudayaan lainya.
Perkawinan
merupakan peristiwa yang sangat penting dalam masyarakat. Dengan hidup bersama,
kemudian melahirkan keturunan yang merupakan sendi utama bagi pembentukan
negara dan bangsa.
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan
manusia. Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu
ekstrem menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang
kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan
pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya
kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan
terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan
anak..
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat
perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan,
dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena
kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang
berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu
hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah.Pada tahun 1992
rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat
praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu(Data
Survey Kesehatan Rumah Tangga, 1992)
Penelitian Iskandar
dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi
seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina
dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Indonesia
sebagai negara yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa (multietnik),
dengan derajat keberagaman yang tinggi dan mempunyai peluang yang besar dalam
perkawinan yang berbeda budaya. Perkawinan yang dilangsungkan mengandung
nilai-nilai atau normanorma budaya yang sangat kuat dan luas, ( Abu dalam
Natalia & Iriani, 2002). Budaya yang berbeda melahirkan standar masyarakat
yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam mengatur
hubungan perkawinan adat istiadat. Namun diantara berbagai bentuk yang ada,
perkawinan merupakan salah satu contoh yang dapat dilihat secara adat istiadat
suku setempat yang dapat diterima serta diakui secara universal, ( Duvall dalam
Natalia & Iriani, 2002 ).
Masalah
penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik, karena setiap
individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam
kehidupannya sehingga perlu melakukan penyesuaian. Sumber masalah tersebut
dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu melakukan
penyesuaian. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah, tentunya
masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya
penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam perkawinan tersebut. Masaing-masing
memiliki latar elakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan
dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu
dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan
dapat terpenuhi dan memuaskan.
A. Aspek Sosial Budaya Pada Setiap Perkawinan
Berdasarkan aspek sosial budaya pola penyesuaian perkawinan dilakukan
secara bertahap pada fase pertama adalah
bulan madu, pasangan masih menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, hal itu
karena didasari rasa cinta di awal perkawinan. Pada fase pengenalan kenyataan,
pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang sebenarnya dari
pasangannya. Dapat dilihat pada tabel berikut.
|
Aspek sosial budaya perkawinan
|
Pengaruhnya /dipercayai karena
|
Asal daerah
|
Alasan Rasional
|
Kesimpulan
|
|
Merariq,peculikan seorang gadis yang dilakukan oleh laki-laki yang akan
menikahi
|
Agar mereka berdua direstui oleh kedua orang tua, dan agar pernikahanya
dilancarkan nantinya
|
Lombok,NTB
|
Tidak perlu dilakukan peculikan, karena restu
akan didapatkan ketika dibicarakan baik-baik tidak dengan cara seperti ini
|
Tidak berhubungan
|
|
Dipingit, pembatasan untuk calon mempelai laki-laki dan mempelai
perempuan yang akan menikah
|
Agar nantinya kedua mempelai tidak terjadi sesuatu seperti meninggal,
dipercayai juga agar pernikahan nya lancar.
|
Bangli, Bali
|
Kedua mempelai harus merencanakan membuat
planing yang akan dilakukan ketika akan menikah dan harus saling bertukar
pendapat ataupun saling mengenal
|
Tidak berhubngan
|
B.
Aspek Sosial Budaya Pada setiap Trimester Kehamilan
`Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yamg amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya dan komplikasi kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
Memahami perilaku perwatan kehamilan (ANC) adalah penting untuk mengetahui
dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Fakta berbagai kalangan dimasyarakat
indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah, dan kodrati. Meraka merasa
tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering
kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya
informasi serta dipengaruhi juga faktor-faktor nikah pada usia muda yang masih
banayak dijumpai di daerah pedesaan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan dan pantangan
terhadap beberapa jenis makanan. Tidak heran jika anemia dan kurang gizi pada
wanita hamil cukup tinggi terutama didaerah pedesaan. Beberapa kepercayaan yang
ada misalnya di jawa tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa
Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang duikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
Beberapa sampel contoh aspek budaya pada trimeseter kehamilan di
daerah-daerah:
|
Budaya/kepercayaan
|
Dipercaya karena
|
Asal daerah
|
|
Untuk ibu hamil di trimester III ini diadakan
upacara didaerah maluku
|
Karena dipercaya bahwa banyak roh-roh jahat
yang mengikuti bayinya tersebut.
|
Maluku
|
|
Untuk ibu hamil pada trimester III tidak boleh
makan telur dan makan daging
|
Karena dipercayai akan mempersulit pada saat
persalinan, dan dapat terjadinya perdarahan yang banyak.
|
Semarang, Jawa Tengah
|
|
Ibu hamil pada trimester III harus mengurangi
porsi makananya.
|
Karena dipercayai bayi yang akan dilahirkan itu
kecil.
|
Subang,Jawa Barat
|
|
Ibu hamil pada trimester III tidak
diperbolehkan untuk pergi ke hutan
|
Karena dipercaya ibu hamil trimester III itu
janin yang dikandungnya belum terbentuk sempurna maka akan diganggu oleh
makhluk gaib.
|
Kalimantan Selatan
|
C.
Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, IV
|
Aspek Budaya
|
Dipercayai
|
Kaitanya
|
Alasanya
|
|
minum rendaman air rumput Fatimah akan
merangsang mulas.
|
Rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu
hamil.
|
Tidak ada
|
belum diteliti
secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya.
Soalnya, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah mencapai 3-5
cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau
tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal.
|
|
Minum minyak
kelapa.
|
memudahkan persalinan.
|
Tidak ada
|
dalam dunia kedokteran, minyak tak ada
gunanya sama sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin
|
|
Minum madu dan telur.
|
dapat menambah tenaga untuk persalinan
|
Ada
|
Jika
BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan
overweight. Bukankah madu termasuk rbonhidrat yang paling tinggi kalorinya.
Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas
yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Akan halnya telur tak masalah,
karena mengandung protein yang juga menambah kalori.
|
|
Makan
duren, tape, dan nanas.
|
bisa membahayakan persalinan
|
ada
|
Ini
benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren mengandung
alkohol, jadi panas ke tubuh.
|
Sebenarnya,
kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk
panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental
berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila
ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus
dioperasi.
Ibu dengan
mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.Faktor
lain yang juga harus diperhatikan adalah riwayat kesehatan ibu, apakah pernah
menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil,
apakah mencukupi atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau
tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena
akan berpengaruh pada bayinya. Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas
saat hamil bisa melahirkan anak hiperaktif, sulit konsentrasi dalam belajar,
kemampuan komunikasi yang kurang, dan tak bisa kerja sama.
D.
Aspek Sosial Budaya dalam Masa Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamnya enam minggu. Jadi arti keseluruhan dari aspek sosial budaya pada masa nifas adalah
suatu hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia untuk mencapai tujuan
bersama pada masa sesudah persalinan.
1. macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas
|
Aspek sosial budaya
|
Sisi positive
|
Sisi negative
|
|
Masa nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan
lele, keong ,daun lembayung, buah
pare, nenas, gula merah, dan makanan yang berminyak
|
Tidak ada
|
Merugikan karena masa nifas memerlukan makanan yang bergizi seimbang
agar dan bayi sehat
|
|
Setelah melahirkan atau setelah operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam ,ngayep´dilarang banyak makan dan minum, makanan harus disangan/dibakar
|
Tidak ada
|
Merugikan karena makanan yang sehat akan mempercepat penyembuhan luka.
|
|
Masa nifas dilarang tidur siang
|
Tidak ada
|
Ada, negative karena masa nifas
harus cukup istirahat, kurangi kerja berat. Karena tenaga yang tersedia
sangat bermanfaat untuk kesehatan ibu dan bayi
|
|
Masa nifas /saat menyusui setelah
|
Ada, hal ini dibenarkan
karena dalam faktanya masa nifas setelah maghrib dapat menyebabkan badan masa
nifas mengalami penimbunan lemak,disamping itu
organ-organ kandungan pada masa nifas belum pulih
kembali
|
Dampak negative ibu menjadi kurang nutrisi sehingga produksi ASI
menjadii berkuranngan.
|
|
Masa nifas tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari.
|
Tidak ada
|
Dampak negative
hal ini tidak perlu karena masa nifas dan bayi baru lahir (pemberian
imunisasi) harus periksa kesehatannya sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan
pertama yaitu umur0-7haridan8-30hari .
|
|
Ibu setelah melahirkan dan bayinya harus dipijat/ diurut, diberi pilis
/ lerongan dan tapel
|
Dampak positif jika pijatannya benar maka peredaran darah ibu dan bayi
menjadii lancar
|
.Dampak negative pijatan
yang salah sangat berbahaya karena dapat merusak kandungan. Pilis dan tapel
dapat merusak kulit bagi yang tidak kuat / menyebabkan alergi.
|
|
Masa nifas harus minum abu dari dapur dicampur air Masa nifas harus
minum abu dari dapur dicampur air Masa nifas harus minum abu dari dapur
dicampur air.
|
Tidak ada
|
Dampak negative karena
abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu
menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya.
|
|
Masa nifas tidak
diperbolehkan berhubungan intim.
|
Dampak positif dari sisi medis,
sanggama memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya,
aktivitas yang satu ini akan menghambat proses
penyembuhan jalan lahir maupun involusi rahim, yakni mengecilnya rahim
kembali ke bentuk dan ukuran semula. Contohnya infeksi atau malah perdarahan.
Belum lagi libido yang mungkin memang belum muncul ataupun pengaruh
psikologis, semisal kekhawatiran akan
robeknya jahitan maupun ketakutan bakal hamil lagi
|
Dampak negative
tidakada.
|
E.
Aspek Sosial Budaya yang berkaitan dengan BBL
Contoh dari aspek budaya sebagai
berikut:
|
Aspek sosial budaya
|
Fakta
|
|
Bayi baru lahir perlu
dipijat setiap hari
|
Pemijatan hanya berguna jika dilakukan dengan benar dan tepat. Sebaiknya
yang melakukan pijat adalah ibu si bayi sendiri. Tentu saja setelah
mempelajari teknik memijat bayi dengan baik. Perlu diperhatikan kondisi si
kecil, apakah ia sedang dalam keadaan nyaman dan sehat untuk dipijat. Selain
itu perlu juga diperhatikan bahan-bahan atau minyak yang digunakan untuk
memijat dapat membuat bayi alergi.
|
|
ng membedong
bayi dapat memperkuat kaki atau membuat struktur kaki bayi menjadi lurus
|
Yang sebenarnya adalah
sentuhan kulit ke kulit membuat bayi baru lahir, terutama bayi premature,
lebih baik perkembangannya. Walaupun begitu, tidak diperlukan untuk
memijatnya setiap hari. Yang perlu dilakukan adalah perbanyak sentuhan dan
berkomunikasi dengan si kecil agar ia merasa nyaman dan aman.
|
|
makanan dan minuman
yang manis membuat gigi berlubang
|
Bahwa gigi menjadi berlubang
diakibatkan tiga hal, yaitu kuman, suasana asam dan keduanya berlangsung
dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila makanan yang mengandung gula menetap
pada sela gigi, kuman akan mengubahnya menjadi asam. Kondisi asam disertai
bakteri yang juga menjadi aktif pada suasana asam, adalah penyebab utama dari
gigi berlubang. Diawali dengan kerusakan pada lapisan email gigi, jika
dibiarkan lama kelamaan gigi menjadi berlubang. Hal-hal yang dapat
menyebabkan gigi berlubang antara lain adalah kebiasaan mengemut atau minum
susu dengan botol sampai tertidur. Makanan manis tidak secara langsung
menyebabkan gigi berlubang, tapi memudahkan pertumbuhan kuman penyebab
kerusakan gigi jika tidak rajin membersihkan gigi dan mulut.
|
|
Jika anak rewel saat
diberi ASI artinya ASI sedikit dan harus diganti susu botol
|
ASI diproduksi sesuai dengan
hisapan si bayi, jadi banyak sedikitnya ASI ditentukan oleh bayi sendiri.
Bayi yang banyak minum ASI akan membuat produksi ASI meningkat. Jadi,
sebenarnya tidak ada istilah ASI sedikit.
Bahwa kondisi tertentu mungkin dapat mengurangi produksi ASI, seperti jika ibu menyusui mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress atau tidak tenang saat menyusui, sedang sakit dan sebagainya. Di sisi lain, bayi mungkin merasa tidak nyaman saat menyusu karena posisi yang kurang nyaman, puting susu yang cenderung masuk ke dalam, ASI yang memancar terlalu kencang atau ia sedang tidak lapar, sedang tidak enak badan dan sebagainya.. |
|
Air susu ibu (ASI)
sebagai makanan yang komplit sampai usia si kecil satu tahun
|
ASI sangat baik untuk
pertumbuhan bayi sampai sia berusia 6 bulan. Namun semakin bertambahnya usia
bayi, ASI tidaklah mengandung cukup kalori dan kurang mengenyangkan seiring
dengan makin aktifnya si kecil. Ada beberapa zat tambahan yang dibutuhkan
anak, misalnya zat besi dan vitamin C yang banyak didapat dari sumber
makanan. Jadi, anak tetap memerlukan makanan tambahan untuk kebutuhan gizinya
juga untuk menghindari resiko anemia.
|
|
Baby walker membantu
anak berlatih berjalan
|
Justru sebaliknya, baby
walker dapat menghambat perkembangan motorik anak. Anak tanpa baby walker
dapat lebih bebas bergerak, berguling, duduk dan berdiri serta bermain di
lantai yang merupakan dasar untuk belajar berjalan. Penelitian pada saudara
kembar menunjukan kembar yang menggunakan baby walker mengalami gangguan
motorik berjalan ketimbang saudaranya. Baby walker tidak lagi disarankan karena
menjadi penyebab utama kecelakaan pada bayi usia 5-15 bulan.
|
|
Gurita mencegah
perut buncit
|
pepemamakaian gurita pada bayi—terutama bayi perempuan, sama sekali tidak ada
hubungannya dengan upaya pencegahan agar perut anak Anda tidak melar ketika
ia dewasa. Ketika dilahirkan, semua bayi memang memiliki perut yang ukurannya
lebih besar daripada dada. Seiring pertambahan usia, perut bayi akan
kelihatan mengecil dengan sendirinya. Pemakaian gurita malah sebaiknya
dihindari karena membuat bayi Anda susah bernapas. Pasalnya, pada awal
kehidupan, bayi bernapas dengan menggunakan pernapasan perut sebelum ia belajar
menggunakan pernapasan dada. Pemakaian gurita yang menekan perut bisa
membatasi jumlah udara yang dihirupnya. Mitos ini tak benar, karena
organ dalam tubuh malah akan kekurangan ruangan. Dinding perut bayi masih
lemas, volume organ-organ tubuhnya pun tak sesuai dengan rongga dada dan
rongga perut yang ada karena sampai 5 bulan dalam kandungan, organ-organ ini
terus tumbuh sementara tempatnya sangat terbatas. Jika bayi menggunakan
gurita maka ruangan untuk pertumbuhan organ-organ ini akan terhambat. Kalau
mau tetap memakaikan gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas dilonggarkan
sehingga jantung dan paru-paru bias berkembang. Bila gurita digunakan agar
tali pusar bayi tidak bodong, sebaiknya pakaikan hanya disekitar pusar dan
ikatannya longgar. Jangan sampai dada dan perut tercekik sehingga jantung
tidak bias berkembang dengan baik karena gurita yang terlalu kencang.
|
|
Pusar ditempel uang
logam supaya tidak bodong
|
pupusar menonjol atau sering diistilahkan bodong pada bayi adalah kondisi
yang wajar. Sebab, otot dinding perut pada bayi masih lemah sehingga bisa
mempengaruhi bentuk pusar. Seiring bertambah kuatnya dinding perut, bentuk
pusar juga akan mengalamiperubahan.
|
|
Bedong agar kaki
bayi tidak bengkok
|
Tittidak ada hubungan antara membedong dengan kekuatan kaki atau struktur kaki
bayi. Justru bayi akan lebih mudah bergerak untuk melatih kaki dan tangannya,
jika bedong dilakukan dengan longgar. Biarkan kaki dan tangan bayi bebas
bergerak.
Membedong anak sekuat mungkin tidak ada hubungannya sama sekali untuk meluruskan kaki bayi. Semua kaki bayi memang bengkok pada awalnya. Hal ini berkaitan dengan posisi bayi yang meringkuk di dalam rahim. Nanti, dengan semakin kuatnya tulang anak dan kian besarnya keinginan untuk bisa berjalan, kaki anak akan lempeng sendiri. Perkembangan fisiologis kaki memang seperti itu.
T
|
|
Bawang yang dicampur
minyak dikenal bias menurunkan panas
|
secara ilmiah benar, karena bawang adalah tumbuhan yang mengeluarkan
minyak yang mudah menguap dan menyerap panas.
|
|
Upacara tedak siti
(menginjak tanah) saat bayi 6-7 bulan
|
secara ilmiah pun ternyata salah, karena pas dengan usia reflex menapak
bayi. Di permukaan badan terdapat putik saraf yang bias menjadi sensor
tekanan. Saraf ini tumbuh saat bayi 6-7 bulan, bersamaan dengan tumbuhnya
struktur otak untuk keseimbangan dan alat-alat keseimbangan untuk posisi
berdiri. Tak heran jika di usia ini bayi sudah mulai belajar menapak.
|
|
Hidung ditarik agar
mancung
|
ini jelas salah, karena tidak ada hubungannya menarik pucuk hidung dengan
mancung atau tidaknya hidung. Mancung atai tidaknya hidung seseorang
ditentukan oleh bentuk tulang hidung yang sifatnya bawaan
|
|
Bayi usia seminggu
diberi makan pisang dicampur nasi agar tidak kelaparan
|
hal ini salah, karena pasalnya usus bayi diusia ini belum punya enzim
yang mampu mencerna karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi.
Akibatnya bayi jadi sembelit, karena makanan padat pertama adalah di usia 4
bulan, yakni bubur susu dan 6 bulan makanan padat kedua yaitu bubur tim.
|
BAB III
HASIL WAWANCARA
1.
ASPEK BUDAYA PERKAWINAN
Menurut wawancara yang kami lakukan pada
narasumber kami Bapak Sunarno, Kepala bagian kesejahteraan desa Panggungharjo,
Sewon, Bantul beliau menjelaskankan bahwa banyak sekali budaya di negara kita ini. Budaya tersebut termasuk
budaya perkawinan. Berbagai macam budaya berkembang di Indonesia yang masih
melekat di masyarakat, apalagi disuku-suku tertentu.
Beliau mengatakan sebagai seorang bidan
kami haruslah memelajari aspek sosial budaya masyarakat. Hal ini dikarenakan
bidan adalah tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat. Dalam budaya
perkawinan, seorang bidan harus mengerti dan mempelajari budaya tersebut karena
perkawinan menjadi pintu gerbang terbukanya generasi muda yang baik. Menurut beliau, kami perlu memberikan
pendidikan praperkawinan agar pasangan yang akan menikah agar mereka dapat
berumah tangga dengan baik. Kemudian, cara memberikan edukasi tersebut juga
disesuaikan dengan kondisi kebudayaan setempat.
2.
KEHAMILAN
Selain
menimbulkan kebahagiaan bagi wanita dan pasangannya, kehamilan juga dapat
menimbulkan kekhawatiran pada wanita pada trimester 1,2 dan 3. Dengan
menerapkan manajemen asuhan kebidanan diharapkan bidan memperhatikan kebutuhan
dasarmanusia dalam aspek bio-psiko-sosial-budaya dan spiritual.
Menurut
narasumber, kehamilan adalah proses seorang wanita dalam melahirkan generasi
bangsa. Contoh budaya kehamilan yang ada dimasyarakat misalnya di suku jawa,
yaitu “nujuh bulanan” yaitu acara yang diselenggarakan ketika kandungan sudah
menginjak 7 bulan, atau masuk trimester ke 3. Menurut suku jawa acara tersebut
berisi harapan agar janin yang di dalam kandungan tumbuh menjadi anak yang
baik, soleh-solehah, dan berbakti pada orangtua.
Beliau mengatakan aspek sosial budaya
yang dalam masa kehamilan sanagt perlu untuk di pelajari sebagai seorang bidan.
Karena jika ada adat atau upacara dalam masa kehamilan itu membahayakan baik
pada ibu ataupun janin maka bidan harus meluruskan adat tersebut. Caranya
dengan memberikan pengertian atau edukasi tentang bagaimana perawatan yang baik
pada masa kehamilan.
3.
PERSALINAN
Persalinan
adalah proses lahirnya janin ke dunia. Persalinan melalui tahap kala I, kala
II, kala III, dan kala IV. Kala I dimulai ketika pembukaan 1-10 cm, kemudian
kala II dimulai ketika pembukaan sudah lengkap disusul dengan lahirnya seluruh
tubuh janin. Kala III adalah saatbayi lahir lalu disusul dengan kelahiran
plasenta, dan yang terakhir adalah kala IV yaitu lahirnya plasenta dan 1 jam
setelah itu.
Narasumber
mengatakan bahwa saat persalinan peran bidan sangat penting karena yang
menolong persalinan. Beliau menjelaskan budaya yang sering dilakukan ketika
proses persalinan adalah mengubur “ari-ari” atau plasenta di dekat rumah dan
kemudian diberi penerangan serta dibuat pelindung. Mereka berpendapat bahwa
maksud dari agar si anak dekat dengan keluarganya, bersikap baik, dan
menghormati orang tua.
4.
NIFAS
Setelah proses persalinan, maka
selanjutnya adalah masa nifas. Masa nifas adalah masa dimana kembali pulihnya
keadaan ibu setelah persalinan hingga kembali seperti sebelum hamil. Masa nifas
dimulai dari keluarnya plasenta hingga sekitar 40 hari. Dalam masa nifas
seorang ibu harus banyak mengkonsumsi nutrisi untuk mengembalikan tubuhnya
seperti sedia kala.
Kami mengatakan kepada narasumber dalam
masyarakat banyak sekali tumbuh budaya-budaya yang ada ketika masa nifas,
misalnya ada yang mengatakan bahwa pada masa nifas ibu tidak boleh mengkonsumsi
telur, ikan, dan makanan lain yang berbau amis. Kemudian narasumber menanggapi
budaya atau kebiasaan tersebut justru memberikan dampak negatif, karena jika
ibu nifas kurang asupan nutrisi maka tubuhnya pasti akan terasa letih dan bisa
terjangkit penyakit.
5.
BAYI BARU LAHIR
Bayi
baru lahir, normalnya memiliki berat
2500 gr – 4000 gr. Bayi baru lahir memang sangat rentan, apalagi
terhadap suhu. Jika bayi kedinginan maka tubhnya akan berwarna biru dan akan mengalami
hipotermi. Selain itu perawatan pada bayi baru lahir juga sedikit ektra,
seperti tetap menjaga suhu tubuhnya, menjaganya dari iritasi, karena kulit bayi
masih sangat tipis dan halus serta asupan asi untuk bayi. Budaya masyarakat
terkait oleh bayi baru lahir seperti menggedong agar kaki bayi tidak bengkok,
memakaikan gurita agar bayi tetap hangat, dan ada yang menolak untuk imunisasi.
Menurut narasumber bidan harus memilah dan
memilih serta mengedukasi tentang cara-cara perawatan bayi baru lahir. Mengingat
bayi baru lahir masih sangat rentan terhadap penyakit. Apalagi ada sebagian
masyarakat yang menolak imunisasi pada bayinya, jelas ini sangat berdampak
negatif. Narasumber juga mengatakan tidak di berinya imunisasi pada bayi justru
akan memperbesar resiko bayi tertular penyakit atau terinfeksi penyakit.
Sebagai seorang bidan beliau menganjurkan agar kami lebih dapat menjenlaskan
manfaat imunisasi bagi bayi baru lahir.
BAB IV
KASUS DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Perkawinan
1.
Kasus
Seorang laki-laki berumur 51 tahun,
dan seorang perempuan berumur 48 tahun.
Mereka telah memasuki usia perkawinan selama 25 tahun. Mereka memiliki 2 orang
anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Pada awal 5 tahun pertama mereka
banyak menyesuaikan diri satu sama lain terlebih dengan adanya perbedaan budaya
diantara mereka. Sikap saling terbuka dan saling memahami merupakan aspek yang
utama dalam menjalani kehidupan rumah tangga mereka. Selain itu faktor
komunikasi yang terbuka dan aktif merupakan kunci keberhasilan perkawinan. Dari
segi budaya, ditemukan titik temu antara budaya Batak dan budaya Jawa yaitu
selalu mengedepankan nilai marsisarian atau sikap saling menghargai. Dimana
mereka dalam menghadapi kehidupan rumah
tangga selalu mengedepankan sikap saling mengerti, menghargai, dan saling
membantu satu sama lain sehingga semua masalah yang dihadapi dapat diselesaikan
dengan baik.
2. Analisis
dan pemecahan masalah
Dalam kasus tersebut terlihat bahwa
2 budaya menjadi satu. Laki-laki dengan budaya batak dan perempuan dengan
budaya jawa. Namun, mereka sudah lama menikah dan memiliki anak. Tercantum
dalam kasus bahwa kunci keberhasilan perkawinan mereka adalah dengan saling
terbuka dan saling memahami.
Mereka menemukan pemecahan masalah
mereka dengan saling terbuka dan saling memahami satu sama lain. Rasa saling
mengerti satu sama lain menjadikan mereka tetap bersama meskipun memiliki latar
budaya yang berbeda. Budaya yang berbeda sebenarnya justru lebih banyak sisi
positifnya, karena dengan budaya yang berbeda mereka bisa membandingkan dan
mempelajari budaya lain dan mengambil yang baik dari budaya tersebut.
B.
Kehamilan
1. Kasus
Di provinsi Jawa Barat, ibu
yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar
bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Beberapa kepercayaan lain, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
2. Analisa kasus dan pemecahan masalah
Ibu hamil
khususnya trimester 3 (8-9 bulan), butuh energi yang
memadai. Selain untuk mengatasi beban yang kian berat, juga sebagai cadangan
energi untuk persalinan kelak. Itulah sebabnya pemenuhan gizi seimbang tak
boleh dikesampingkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Pertumbuhan otak
janin akan terjadi cepat sekali pada dua bulan terakhir menjelang persalinan.
Asupan gizinya meliputi, karbohidrat, vitamin, protein, tiamin dan air.
Sedangkan dalam kasus diatas ibu hamil membatasi asupan gizi seperti itu justru
akan menyebabkan ibu hamil kekurangan gizi. Jika ibu hamil kekurangan gizi maka
akan banyak resiko yang terjadi seperti, terjadi anemia, persalinan macet serta
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah).
C.
Persalinan
1. Kasus
Baru-baru ini masyarakat mulai percaya bahwa
rumput fatimah dipercayai mampu
mempercepat proses persalinan.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Rumput Fatimah (Labisa pumila)
adalah tumbuhan semak asal Arab. Tanaman ini cukup popular . Rumput fatimah
atau Labisa pumila ini mengandung oksitoksin yaitu zat yang digunakan oleh
tubuh untuk merangsang kontraksi rahim, sehingga dipercaya dapat mempercepat
persalinan. Zat sejenis oksitoksin yang terkandung di dalam rumput fatimah sama
seperti obat yang diberikan untuk menginduksi ibu hamil agar terjadi kontraksi.
Kandungan
oksitosin tersebut dosisnya tidak dapat diukur. Tumbuhan ini dipakai dengan
cara akarnya direndam. Air rendaman inilah yang diminum. Semakin lama direndam,
kadar oksitosin yang terlarut pun semakin pekat. Dosisnya bisa jadi
berlipat-lipat. Minum
rendaman akar rumput fatimah ini akan menimbulkan masalah, Jika mulut rahim
belum terbuka, efek kuat kontraksi ini bisa berbahaya. Risikonya dapat
menimbulkan pendarahan akibat kontraksi rahim sehingga menyebabkan pecahnya
pembuluh-pembuluh darah dan stres otot. Kontraksi yang ditimbulkan akan sangat
tinggi, tanpa ada jeda waktu istirahat. Yang sering terjadi, para ibu hamil
sudah meminumnya dari rumah. Alhasil, kontraksinya benar-benar kencang. Tapi
pembukaannya tidak sesuai dengan kontraksinya. Efeknya berbeda-beda, untuk ibu
yang pembukaannya sudah hampir sempurna memang dapat membantu mempercepat
kelahiran, namun bagi yang pembukaannya masih awal tentu tidak sesuai dengan
kontraksi yang hebat tersebut. Jika tidak tahan akan kontraksi, ibu akan
terus-terusan mengejan padahal pembukaan masih sedikit, sehingga besar
kemungkinan rahim akan robek.
D.
Nifas
1. Kasus
Dalam budaya masyarakat jawa ibu nifas, tidak boleh
mengkonsumsi telur, ikan, dan makanan yang berbau amis lainnya. Karena menurut
kepercayaan mereka makanan tersebut membuat luka pasca bersalin menjadi lama
pulihnya. Kemudian juga tidak boleh tidur siang dan tidak boleh pergi kemana
pun selama 40 hari.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Masa nifas adalah masa pulihnya tubuh ibu pasca bersalin.
Masa nifas terjadi sekitar 40 hari. Dalam masa nifas ibu butuh asupan gizi yang
cukup terutama karbohidrat dan protein. Karena ibu nifas membutuhkan energi
untuk melakukan aktifitasnyanya lagi setelah bersalin serta mengembalikan tubuh
seperti sebelum hamil. Dengan dilarangnya ibu mengkonsumsi telur atau ikan
tentu ibu nifas akan kekurangan protein, sedangkan protein adalah zat utama
pembentuk rantai hemoglobin dalam sel darah merah. Jika zat pembentuk
hemoglobin saja kurang maka ibu nifas bisa saja terkena anemia. Cepat atau lama
kesembuhan luka pasca bersalin tergantung pada nutrisi yang ibu konsumsi.
Justru ibu nifas sebaiknya mengkonsumsi zat protein tinggi seperti telur, ikan,
dan ayam serta sayuran dan buah-buahan.
E.
Bayi baru lahir
1. Kasus
Budaya masyarakat indonesia mengenai bayi baru lahir,
biasanya mereka mengenakan gurita pada bayi dan kemudian di bedong. Mereka
mengatakan bahwa itu bertujuan agar perut bayi tidak kembung dan dengan di
bedong kaki bayi tidak bengkok.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Pemakaian gurita dan bedong sebenarnya bertujuan agar
bayi tetap hangat. Namun terkadang masyarakat menambahi-nambahi tujuan tersebut
seperti bayi di bedong agar kakinya tidak bengkok. Bengkok tidaknya kaki bayi
itu di karenakan asupan kalsium yang ibunya konsumsi saat hamil. Jika pada saat
hamil ibu tidak banyak mengkonsumsi kalsium maka bayi pun akan menderita kekurangan
kalsium bahkan kelainan tulang.
Pemakaian gurita yang terlalu ketat juga justru akan
mempengaruhi perkembangan bayi, karena gurita yang terlalu ketat membuat bayi
suka bernafas dan tidak memiliki lingkup gerak yang bebas. Karena itu jika bayi
di kenakan gurita, ikatlah jangan terlalu ketat, sehingga masih ada ruang bayi
untuk bebas bernafas. Begitu pula dengan bedong, jika terlalu ketat justru akan
membuat bayi tidak bisa bergerak bebas. Pemakaian gurita dan bedong yang
berasal dari bahan yang tidak sesuai juga bisa membuat iritasi pada kulit bayi.
BAB V
PEMBAHASAN
Lingkup pelayanan
kebidanan sangatlah luas, mulai dari perkawinan, kehamilan, persalinan, nifas,
BBL, bayi, balita, bahkan hingga menopause. Tentunya lingkup pelayanan tersebut
juga mencakup tentang aspek sosial budaya masyarakat. Indonesia memang negara yang
mempunyai banyak budaya baik khususnya dalam perkawinan, kehamilan, persalinan,
nifas dan BBL. Budaya-budaya tersebut terkadang ada yang tidak sesuai jika
dilihat dari sisi kesehatan.
A. Aspek Sosial Budaya Perkawinan
Perkawinan merupakan wujud menyatukan dua
orang, laki-laki dan perempuan ke dalam satu tujuan yang sama. Salah satu
tujuan pernikahan adalah bahagia bersama pasangan hidup. Dalam aspek sosial
budaya perkawinan ada faktor pendukung dan penghambat.
Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan
mayoritas mereka saling memberi, dan menerima cinta, menghormati dan
menghargai, serta saling terbuka. Hal itu tercermin bgaimana suami istri
menjaga hubungan mereka dengan baik. Mampu menyikapi perbedaan yang muncul
sehingga kebahagiaan dalam hidup berumah tangga tercapai. Faktor penghambat
yang mempersulit penyesuaian perkawinan biasanya salah satu dari mereka tidak
dapat menerima perubahan sifat atau kebisaan di awal perkawinan, tidak
berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya maupun tidak tahu peran
masing-masing.
B.
Aspek Sosial Budaya Kehamilan
Masa kehamilan merupakan masa yang penting dan
menjadi sorotan masyarakat. Seperti deskripsi kehamilan oleh Malinawski (1927)
bahwa kehamilan merupaka fokus perhatian yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat. Terlepas dari sudut pandang masyarakat tentang masa kehamilan,
terdapat berbagai pandangan budaya, serta faktor sosial lainnya dalam
kepentingan reproduksi. Hal tersebut meliputi :
1. Keinginan ideal perorangan untuk memiliki anak
dengan jenis kelamin tertentu
2. Mengatur waktu kelahiran
3. Sikap menerima tidaknya kehamilan
4. Kondisi hubungan suami istri
5. Kondisi ketersidiaan sumber sosial
Selain faktor sosial tersebut ada pula
faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi, seperti tradisi-trasdisi lingkungan.
Ada yang mengatakan bahwa ibu hamil tidak boleh mengkonsumsi telur. Padahal
telur mengandung protein yang baik untuk kebutuhan gizi ibu hamil.
C. Aspek Sosial
Budaya Persalinan
Persalinan normal adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau hidup diluar
kandungan melalui jalan lahir secara spontan dengan presentasi kepala tanpa
komplikasi. Persalinan dibgai menjadi 4 kala, yaitu kala I, II, III dan IV.
Kala I dimulai ketika pembukaan 1-10 cm, kemudian kala II dimulai ketika
pembukaan sudah lengkap disusul dengan lahirnya seluruh tubuh janin. Kala III
adalah saatbayi lahir lalu disusul dengan kelahiran plasenta, dan yang terakhir
adalah kala IV yaitu lahirnya plasenta dan 1 jam setelah itu.
Masyarakat pedesaan umumnya melakukan
persalinan di dukun beranak. Mereka beranggapan bahwa dukun beranak lebih
berpengalaman dibandingan tenaga medis. Selain itu pemilhan bersalin di dukun
beranak didasarkan karena mengenal secara dekat, murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kalahiran anak serta merawat
ibu selama masa nifas. Disamping itu juga karena keterbatasan biaya, dan
jangkauan pelayanan kesehatan yang jauh.
Selain budaya bersalin di dukun beranak, ada
juga masyarakat yang masih percaya pada pantangan-pantangan atau mengkonsumsi
sesuatu agar persalinannya lancar. Sebenarnya,kelancaran
persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik
berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi.
Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu,terutama kesiapannya
dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas,bisa saja persalinannya jadi tidak
lancar hingga harus dioprasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa
sakit yang terjadi selama persalinan, faktor lain yang juga harus diperhatikan:
riwayat kesehatan ibu,apakah pernah menderita diabetes,hipertensi atau sakit
lainnya; gizi ibu selama hamil,apakah mencukupi atau tidak; dan lingkungan
sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu.
Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Bahkan,berdasarkan penelitian,ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak
hiperaktif,sulit konsentrasi dalam belajar,kemampuan komunikasi yang kurang,dan
tidak bisa kerja sama.
D. Aspek Sosial
Budaya Nifas
Masa nifas merupakan masa selama persalinan
dan setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Donald, 1995). Kebutuhan
masa nifas sangatlah banyak, mulai dari kebutuhan fisik, nutrisi, dan ambulasi.
Ibu nifas sangat banyak butuh asupan nutrisi terutama karbohidrat, protein dan
serat.
Ada sebagian masyarakat menganggap
mengkonsumsi telur, ikan dan daging
menyebabkan penyembuhan luka pasca bersalin menjadi lama. Padahal ibu nifas
perlu makanan yang bergizi dan seimbang. Jika ibu nifas kekurangan zat gizi
maka ibu nifas bisa saja terserang penyakit. Kepercayaan ini tidak ada sisi
positifnya sama sekali bahkan justru berdampak negatif
E. Aspek Sosial
Budaya Bayi Baru Lahir
Seorang bayi baru lahir umumnya memiliki berat
sekitar 2500-4000gr dengan panjang 45-55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai
10 % dari berat tubuhnya dalam sehari-hari setelah kelahiran. Kemudian pada
akhir minggu pertama berat tubuhnya akan mulai naik kembali. Karenanya tidaklah
mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir memerluka beberapa minggu untuk
menyusuaikan diri.
Perawatan bayi baru lahir juga sedikit harus
teliti, seperti dalam memilih pakaian, dan
peralatan mandi. Kulit bayi sangatlah lembut dan tipis, jika tidak
hati-hati dalam memilih pakaian maka bisa saja terjadi iritasi pada kulit bayi.
Selain itu peralatan mandi juga perlu di perhatikan. Seperti sabun bayi, agar
tidak menimbulkan iritasi di kulit bayi. Bayi juga sangat dijaga kehangatannya.
Pakaian yang hangat membuat bayi lebih terjaga suhu tubuhnya. Selain perawatan
kulit, bayi baru lahir perlu perawatan tali pusar. Beberapa kalangan masyarakat
memakaikan gurita pada bayi. Pemakaian gurita yang terlalu kencang membuat tali
pusar bayitidak cepat mengering. Selain itu pemakaian gurita yang terlalu ketat
membuat ruang nafas bayi tidak bebas. Oleh karena itu, jika mengenakan gurita
jangan terlalu ketat, begitu pula dengan bedong. Masyarakat berpendapat bahwa
di bedong itu bertujuan agar kaki bayi tidak begkok. Padahal bengkok tidaknya
tulang bayi tergantung pada asupan yang dikonsumsi ibu saat hamil. Jika ibu
kurang mengkonsumsi kalsium maka bisa saja kaki bayi akan bengkok meskipun
dibedong.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan
sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. Seorang bidan
harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, balita, anak-anak, remaja
hingga lansia.
Seorang
bidan perlu mempelajari sosial budaya masyarakat tersebut yang meliputi
pengetahuan penduduk, tradisi dan kebiasaan sehari-hari. Budaya tersebut baik
dipandang melalui norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian dan lain-lain. Melalui kegiatan tersebutlah bidan bisa
melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat dan melakukan berbagai penyuluhan
agar tercipta masyarakat yang sehat dan sejahtera.
B. Saran
Sebagai tenaga medis yang dekat dengan masyarakat, bidan haruslah memahami
adat istiadat dan tradisi setemmpat yang berhubungan dengan pelayanan
kebidanan. Kemudian dengan mempelajari hal tersebut bidan akan lebih mudah
masuk ke masyarakat dan melakukan berbagai promosi kesehatan dan penyuluhan.
Daftar Pustaka
Natalia, D.,
& Iriani, F. 2002. Penyesuaian
Perempuan Non-Batak Terhadap Pasangan
Hidupnya Yang Berbudaya Batak. Jurnal Ilmiah PsikologiNo.VII.27.36
Iskandar, T. 2006. Artikel Psikologi
Perkawinan.http://www.
Gunadarma.ac.id./library/articles/graduate/psychology/2006/artikel/pdf. Diakses 30 Maret 2015 jam 23.00 WIB.
Cimura Irsal.
2012. Makalah Aspek Ssosial Budaya yang
Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Kehamilan. http://id.wikipedia.org/wiki/budaya. Diakses 8 April 2015 jam
12.45 WIB.
Prabowo, M. R., Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan yang Berlatar Belakang
Etnis Batak
dan Etnis
Jawa. http://www.gunadarma.ac.id. Diakses pada 9 April
2015 jam 12.30 WIB. Makalah Dasar-dasar Kebidanan
“ASPEK SOSIAL
BUDAYA YANG ADA DIMASYARAKAT”
Disusungunamemenuhisebagiantugas Mata KuliahDasar-dasar Kebidanan
Dosen
Pengampu: Winarsih.,S.SI.T.M.Kes
Oleh:
Kelompok 1
kelas 2E
1. Hidayati (140161)
2. Thuhfatul Mardiyyati (140162)
3. Rialita Risa Hartini (140163)
4. Nova Nendia Putri (140164)
5. Rahma Dwiningrum (140165)
6. Wiwik Yudiati (140166)
7. Puti Ritma Astuti (140169)
8. Woro Larasati (140170)
9. Nur Wasilatul Rahma (140171)
AKADEMI KEBIDANANYOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2015/2016
Jl.Parangtritis Sewon
Bantul Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek Legal dalam
Kebidanan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan tugas Makalah Etikolegal Akademi Kebidanan Yogyakarta.
Makalah ini tidak akan terlaksana tanpa
bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. Henri Soekirdi, M.Kes. selaku Direktur
Akademi Kebidanan Yogyakarta.
2. Winarsih., S.SI.T.M.Kes.selaku pembimbing
dalam pembuatan Makalah Dasar-dasar Kebidanan ini.
3. Pri Hastuti selaku koordinator mata kuliah
Dasar-dasar Kebidanan.s
4. Rekan-rekan mahasiswa Akademi Kebidanan
Yogyakarta angkatan 2015.
Dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi mengevaluasi peningkatan makalah ini, agar selanjutnya menjadi
lebih baik. Harapan penulis semoga makalah ini dapat diterima dan dapat
bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta,
April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Budaya adalah suatu
pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Citra budaya yang
bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai
perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat
dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa
bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
itu bersifat abstrak.
Dalam masyarakat
pada umumnaya pentingnya akan kesehatan masih banyak yang belum sepenuhnya
memahami,terutama pada orang awam yang masih menjunjung tinggi adat istiadat
dan budaya daerah mereka dan kepercayaan pada nenek moyang atau
orang terdahulu sebelum mereka,meraka masih mempercayai mitos-mitos tentang
cara-cara mengobati masalah kesehatan,padahal pada faktanya kegiatan mereka
tersebut malah menjadi penghambat dalam peningkatan kesehatan masyarakat
terutama masalah kesehatan ibu dan anak.apa lagi di era sekarang ini kondisi
kesehatan ibu dan anak sangat-sangat memprihatinkan.masih banyak anak-anak yag
nutrisi dan gizinya belum tercukupi,karena sebagian masyarakat masih menganggap
bahwa apa yang telah di berikan orang terdahulu mereka harus di berikan kepada
anak mereka sekarang.
Pada
ibu hamil juga masih banyak mitos-mitos yang di percaya untuk tidak di
lakukan,padahal itu harus di lakukan untuk kesehatan ibu dan janin yang di
kandungnya,misalnya seperti di larang makan ikan laut,padahal ikan laut itu
bergizi tinngi dan banyak mengandung protein yang bagus untuk kesehatan ibu dan
janin,tapi mitos dalam budaya mereka melarang larang untuk memakannya.pada
budaya di daerah mereka ada juga ritual untuk wanita yang sedang hamil,seperti
upacara mengandung empat bulan,tujuh bulan,dan lebih dari sembilang bulan.
Menjadi
seorang bidan desa dan di tempatkan pada desa yang plosok dan masih tinggi
menjunjung adat istiadat budayan dan mempercayai mitos sangatlah susah dan
penuh perjuangan mental dan raga,karena masyarakatnya lebih mempercayai mitos
dari pada tenaga kesehatan seperti bidan,mereka masih mempercayai dukun untuk
menolong persalinan atau pun menyembuhkan penyakit yang di derita masyarakat
dan anak.padahal persalinan dengan bantuan dukun akan menakutkan sekali,karena
takut terjadinya infeksi paska persalian,misalnya penularan penyakit selama
persalinan,seperti pemotongan tali pusar dengan menggunakan gunting biasa atau
belatih dari bambu,padahal seharus naya semua alat yang di gunakan dan gunting
tersebut harus di sterilkan terlebih dahulu,tapi kalau dukun tidak melakukan
hal itu.
Jadi
tugas kita sebagai tenaga kesehatan bidan dalam upaya untuk menanggulangi
maslah-masalah tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak kita harus
merubah paradigma masyarakat awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan bidan di
mata orang awam,karena bidan lebih berkompeten dalam melkukan tindakan karena
sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan mengetahui tentang maslah dan
penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur kesehatan yang ada.dan
pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk mencapai
mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri
nama sasaran milineum development goals (MDGs).sehingga menciptakan
sebuah masyarakat yang tanggap dan berperan aktif dengan maslah
kesehata,terutama untuk diri mera sendri,dan menjadikan suami siaga pada saat
akan persalinan,dan tercapai lah tujuan pemerintah tecapai tindakan untuk
membuwat “ibu selamat,bayi sehat,dan suami siaga.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud aspek sosial
budaya pada setiap perkawinan?
2. Apa yang dimaksud aspek sosial pada
setiap trimester kehamilan ?
3. Bagaimana aspek budaya selama
persalinan kala I,II,III,IV ?
4. Bagaimana aspek sosial budaya dalam
masa nifas ?
5. Bagaimana aspek sosial budaya yang
berkaitan dengan BBL ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa saja aspek sosial budaya pada setiap
perkawinan
2. Mengetahui apa saja aspek
sosial pada setiap trimester kehamilan
3. Mengetahui apa saja budaya selama
persalinan kala I,II,III,IV
4.
Mengetahui apa sosial budaya dalam masa
nifas
5. Mengetahui apa saja aspek sosial budaya
yang berkaitan dengan BBL
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Budaya
Pengertian
Budaya Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan
berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli antropologi yang
merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah
Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta
kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar,
2006).
Definisi
lain dikemukakan oleh Linton dalam buku: “The Cultural Background of
Personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang
dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung
dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu, (Sukidin, 2005).Sepertu halnya
budaya ini berkembang seiring waktu seperti contohnya kebudayaan saat akan
perkawinan maupun kebudayaan lainya.
Perkawinan
merupakan peristiwa yang sangat penting dalam masyarakat. Dengan hidup bersama,
kemudian melahirkan keturunan yang merupakan sendi utama bagi pembentukan
negara dan bangsa.
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan
manusia. Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu
ekstrem menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang
kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan
pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya
kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan
terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan
anak..
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat
perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan,
dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena
kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang
berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu
hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah.Pada tahun 1992
rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat
praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu(Data
Survey Kesehatan Rumah Tangga, 1992)
Penelitian Iskandar
dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi
seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina
dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Indonesia
sebagai negara yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa (multietnik),
dengan derajat keberagaman yang tinggi dan mempunyai peluang yang besar dalam
perkawinan yang berbeda budaya. Perkawinan yang dilangsungkan mengandung
nilai-nilai atau normanorma budaya yang sangat kuat dan luas, ( Abu dalam
Natalia & Iriani, 2002). Budaya yang berbeda melahirkan standar masyarakat
yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam mengatur
hubungan perkawinan adat istiadat. Namun diantara berbagai bentuk yang ada,
perkawinan merupakan salah satu contoh yang dapat dilihat secara adat istiadat
suku setempat yang dapat diterima serta diakui secara universal, ( Duvall dalam
Natalia & Iriani, 2002 ).
Masalah
penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik, karena setiap
individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam
kehidupannya sehingga perlu melakukan penyesuaian. Sumber masalah tersebut
dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu melakukan
penyesuaian. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah, tentunya
masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya
penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam perkawinan tersebut. Masaing-masing
memiliki latar elakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan
dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu
dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan
dapat terpenuhi dan memuaskan.
A. Aspek Sosial Budaya Pada Setiap Perkawinan
Berdasarkan aspek sosial budaya pola penyesuaian perkawinan dilakukan
secara bertahap pada fase pertama adalah
bulan madu, pasangan masih menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, hal itu
karena didasari rasa cinta di awal perkawinan. Pada fase pengenalan kenyataan,
pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang sebenarnya dari
pasangannya. Dapat dilihat pada tabel berikut.
|
Aspek sosial budaya perkawinan
|
Pengaruhnya /dipercayai karena
|
Asal daerah
|
Alasan Rasional
|
Kesimpulan
|
|
Merariq,peculikan seorang gadis yang dilakukan oleh laki-laki yang akan
menikahi
|
Agar mereka berdua direstui oleh kedua orang tua, dan agar pernikahanya
dilancarkan nantinya
|
Lombok,NTB
|
Tidak perlu dilakukan peculikan, karena restu
akan didapatkan ketika dibicarakan baik-baik tidak dengan cara seperti ini
|
Tidak berhubungan
|
|
Dipingit, pembatasan untuk calon mempelai laki-laki dan mempelai
perempuan yang akan menikah
|
Agar nantinya kedua mempelai tidak terjadi sesuatu seperti meninggal,
dipercayai juga agar pernikahan nya lancar.
|
Bangli, Bali
|
Kedua mempelai harus merencanakan membuat
planing yang akan dilakukan ketika akan menikah dan harus saling bertukar
pendapat ataupun saling mengenal
|
Tidak berhubngan
|
B.
Aspek Sosial Budaya Pada setiap Trimester Kehamilan
`Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yamg amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya dan komplikasi kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
Memahami perilaku perwatan kehamilan (ANC) adalah penting untuk mengetahui
dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Fakta berbagai kalangan dimasyarakat
indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah, dan kodrati. Meraka merasa
tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering
kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya
informasi serta dipengaruhi juga faktor-faktor nikah pada usia muda yang masih
banayak dijumpai di daerah pedesaan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan dan pantangan
terhadap beberapa jenis makanan. Tidak heran jika anemia dan kurang gizi pada
wanita hamil cukup tinggi terutama didaerah pedesaan. Beberapa kepercayaan yang
ada misalnya di jawa tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa
Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang duikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
Beberapa sampel contoh aspek budaya pada trimeseter kehamilan di
daerah-daerah:
|
Budaya/kepercayaan
|
Dipercaya karena
|
Asal daerah
|
|
Untuk ibu hamil di trimester III ini diadakan
upacara didaerah maluku
|
Karena dipercaya bahwa banyak roh-roh jahat
yang mengikuti bayinya tersebut.
|
Maluku
|
|
Untuk ibu hamil pada trimester III tidak boleh
makan telur dan makan daging
|
Karena dipercayai akan mempersulit pada saat
persalinan, dan dapat terjadinya perdarahan yang banyak.
|
Semarang, Jawa Tengah
|
|
Ibu hamil pada trimester III harus mengurangi
porsi makananya.
|
Karena dipercayai bayi yang akan dilahirkan itu
kecil.
|
Subang,Jawa Barat
|
|
Ibu hamil pada trimester III tidak
diperbolehkan untuk pergi ke hutan
|
Karena dipercaya ibu hamil trimester III itu
janin yang dikandungnya belum terbentuk sempurna maka akan diganggu oleh
makhluk gaib.
|
Kalimantan Selatan
|
C.
Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, IV
|
Aspek Budaya
|
Dipercayai
|
Kaitanya
|
Alasanya
|
|
minum rendaman air rumput Fatimah akan
merangsang mulas.
|
Rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu
hamil.
|
Tidak ada
|
belum diteliti
secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya.
Soalnya, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah mencapai 3-5
cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau
tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal.
|
|
Minum minyak
kelapa.
|
memudahkan persalinan.
|
Tidak ada
|
dalam dunia kedokteran, minyak tak ada
gunanya sama sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin
|
|
Minum madu dan telur.
|
dapat menambah tenaga untuk persalinan
|
Ada
|
Jika
BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan
overweight. Bukankah madu termasuk rbonhidrat yang paling tinggi kalorinya.
Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas
yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Akan halnya telur tak masalah,
karena mengandung protein yang juga menambah kalori.
|
|
Makan
duren, tape, dan nanas.
|
bisa membahayakan persalinan
|
ada
|
Ini
benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren mengandung
alkohol, jadi panas ke tubuh.
|
Sebenarnya,
kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk
panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental
berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila
ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus
dioperasi.
Ibu dengan
mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.Faktor
lain yang juga harus diperhatikan adalah riwayat kesehatan ibu, apakah pernah
menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil,
apakah mencukupi atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau
tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena
akan berpengaruh pada bayinya. Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas
saat hamil bisa melahirkan anak hiperaktif, sulit konsentrasi dalam belajar,
kemampuan komunikasi yang kurang, dan tak bisa kerja sama.
D.
Aspek Sosial Budaya dalam Masa Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamnya enam minggu. Jadi arti keseluruhan dari aspek sosial budaya pada masa nifas adalah
suatu hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia untuk mencapai tujuan
bersama pada masa sesudah persalinan.
1. macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas
|
Aspek sosial budaya
|
Sisi positive
|
Sisi negative
|
|
Masa nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan
lele, keong ,daun lembayung, buah
pare, nenas, gula merah, dan makanan yang berminyak
|
Tidak ada
|
Merugikan karena masa nifas memerlukan makanan yang bergizi seimbang
agar dan bayi sehat
|
|
Setelah melahirkan atau setelah operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam ,ngayep´dilarang banyak makan dan minum, makanan harus disangan/dibakar
|
Tidak ada
|
Merugikan karena makanan yang sehat akan mempercepat penyembuhan luka.
|
|
Masa nifas dilarang tidur siang
|
Tidak ada
|
Ada, negative karena masa nifas
harus cukup istirahat, kurangi kerja berat. Karena tenaga yang tersedia
sangat bermanfaat untuk kesehatan ibu dan bayi
|
|
Masa nifas /saat menyusui setelah
|
Ada, hal ini dibenarkan
karena dalam faktanya masa nifas setelah maghrib dapat menyebabkan badan masa
nifas mengalami penimbunan lemak,disamping itu
organ-organ kandungan pada masa nifas belum pulih
kembali
|
Dampak negative ibu menjadi kurang nutrisi sehingga produksi ASI
menjadii berkuranngan.
|
|
Masa nifas tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari.
|
Tidak ada
|
Dampak negative
hal ini tidak perlu karena masa nifas dan bayi baru lahir (pemberian
imunisasi) harus periksa kesehatannya sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan
pertama yaitu umur0-7haridan8-30hari .
|
|
Ibu setelah melahirkan dan bayinya harus dipijat/ diurut, diberi pilis
/ lerongan dan tapel
|
Dampak positif jika pijatannya benar maka peredaran darah ibu dan bayi
menjadii lancar
|
.Dampak negative pijatan
yang salah sangat berbahaya karena dapat merusak kandungan. Pilis dan tapel
dapat merusak kulit bagi yang tidak kuat / menyebabkan alergi.
|
|
Masa nifas harus minum abu dari dapur dicampur air Masa nifas harus
minum abu dari dapur dicampur air Masa nifas harus minum abu dari dapur
dicampur air.
|
Tidak ada
|
Dampak negative karena
abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu
menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya.
|
|
Masa nifas tidak
diperbolehkan berhubungan intim.
|
Dampak positif dari sisi medis,
sanggama memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya,
aktivitas yang satu ini akan menghambat proses
penyembuhan jalan lahir maupun involusi rahim, yakni mengecilnya rahim
kembali ke bentuk dan ukuran semula. Contohnya infeksi atau malah perdarahan.
Belum lagi libido yang mungkin memang belum muncul ataupun pengaruh
psikologis, semisal kekhawatiran akan
robeknya jahitan maupun ketakutan bakal hamil lagi
|
Dampak negative
tidakada.
|
E.
Aspek Sosial Budaya yang berkaitan dengan BBL
Contoh dari aspek budaya sebagai
berikut:
|
Aspek sosial budaya
|
Fakta
|
|
Bayi baru lahir perlu
dipijat setiap hari
|
Pemijatan hanya berguna jika dilakukan dengan benar dan tepat. Sebaiknya
yang melakukan pijat adalah ibu si bayi sendiri. Tentu saja setelah
mempelajari teknik memijat bayi dengan baik. Perlu diperhatikan kondisi si
kecil, apakah ia sedang dalam keadaan nyaman dan sehat untuk dipijat. Selain
itu perlu juga diperhatikan bahan-bahan atau minyak yang digunakan untuk
memijat dapat membuat bayi alergi.
|
|
ng membedong
bayi dapat memperkuat kaki atau membuat struktur kaki bayi menjadi lurus
|
Yang sebenarnya adalah
sentuhan kulit ke kulit membuat bayi baru lahir, terutama bayi premature,
lebih baik perkembangannya. Walaupun begitu, tidak diperlukan untuk
memijatnya setiap hari. Yang perlu dilakukan adalah perbanyak sentuhan dan
berkomunikasi dengan si kecil agar ia merasa nyaman dan aman.
|
|
makanan dan minuman
yang manis membuat gigi berlubang
|
Bahwa gigi menjadi berlubang
diakibatkan tiga hal, yaitu kuman, suasana asam dan keduanya berlangsung
dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila makanan yang mengandung gula menetap
pada sela gigi, kuman akan mengubahnya menjadi asam. Kondisi asam disertai
bakteri yang juga menjadi aktif pada suasana asam, adalah penyebab utama dari
gigi berlubang. Diawali dengan kerusakan pada lapisan email gigi, jika
dibiarkan lama kelamaan gigi menjadi berlubang. Hal-hal yang dapat
menyebabkan gigi berlubang antara lain adalah kebiasaan mengemut atau minum
susu dengan botol sampai tertidur. Makanan manis tidak secara langsung
menyebabkan gigi berlubang, tapi memudahkan pertumbuhan kuman penyebab
kerusakan gigi jika tidak rajin membersihkan gigi dan mulut.
|
|
Jika anak rewel saat
diberi ASI artinya ASI sedikit dan harus diganti susu botol
|
ASI diproduksi sesuai dengan
hisapan si bayi, jadi banyak sedikitnya ASI ditentukan oleh bayi sendiri.
Bayi yang banyak minum ASI akan membuat produksi ASI meningkat. Jadi,
sebenarnya tidak ada istilah ASI sedikit.
Bahwa kondisi tertentu mungkin dapat mengurangi produksi ASI, seperti jika ibu menyusui mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress atau tidak tenang saat menyusui, sedang sakit dan sebagainya. Di sisi lain, bayi mungkin merasa tidak nyaman saat menyusu karena posisi yang kurang nyaman, puting susu yang cenderung masuk ke dalam, ASI yang memancar terlalu kencang atau ia sedang tidak lapar, sedang tidak enak badan dan sebagainya.. |
|
Air susu ibu (ASI)
sebagai makanan yang komplit sampai usia si kecil satu tahun
|
ASI sangat baik untuk
pertumbuhan bayi sampai sia berusia 6 bulan. Namun semakin bertambahnya usia
bayi, ASI tidaklah mengandung cukup kalori dan kurang mengenyangkan seiring
dengan makin aktifnya si kecil. Ada beberapa zat tambahan yang dibutuhkan
anak, misalnya zat besi dan vitamin C yang banyak didapat dari sumber
makanan. Jadi, anak tetap memerlukan makanan tambahan untuk kebutuhan gizinya
juga untuk menghindari resiko anemia.
|
|
Baby walker membantu
anak berlatih berjalan
|
Justru sebaliknya, baby
walker dapat menghambat perkembangan motorik anak. Anak tanpa baby walker
dapat lebih bebas bergerak, berguling, duduk dan berdiri serta bermain di
lantai yang merupakan dasar untuk belajar berjalan. Penelitian pada saudara
kembar menunjukan kembar yang menggunakan baby walker mengalami gangguan
motorik berjalan ketimbang saudaranya. Baby walker tidak lagi disarankan karena
menjadi penyebab utama kecelakaan pada bayi usia 5-15 bulan.
|
|
Gurita mencegah
perut buncit
|
pepemamakaian gurita pada bayi—terutama bayi perempuan, sama sekali tidak ada
hubungannya dengan upaya pencegahan agar perut anak Anda tidak melar ketika
ia dewasa. Ketika dilahirkan, semua bayi memang memiliki perut yang ukurannya
lebih besar daripada dada. Seiring pertambahan usia, perut bayi akan
kelihatan mengecil dengan sendirinya. Pemakaian gurita malah sebaiknya
dihindari karena membuat bayi Anda susah bernapas. Pasalnya, pada awal
kehidupan, bayi bernapas dengan menggunakan pernapasan perut sebelum ia belajar
menggunakan pernapasan dada. Pemakaian gurita yang menekan perut bisa
membatasi jumlah udara yang dihirupnya. Mitos ini tak benar, karena
organ dalam tubuh malah akan kekurangan ruangan. Dinding perut bayi masih
lemas, volume organ-organ tubuhnya pun tak sesuai dengan rongga dada dan
rongga perut yang ada karena sampai 5 bulan dalam kandungan, organ-organ ini
terus tumbuh sementara tempatnya sangat terbatas. Jika bayi menggunakan
gurita maka ruangan untuk pertumbuhan organ-organ ini akan terhambat. Kalau
mau tetap memakaikan gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas dilonggarkan
sehingga jantung dan paru-paru bias berkembang. Bila gurita digunakan agar
tali pusar bayi tidak bodong, sebaiknya pakaikan hanya disekitar pusar dan
ikatannya longgar. Jangan sampai dada dan perut tercekik sehingga jantung
tidak bias berkembang dengan baik karena gurita yang terlalu kencang.
|
|
Pusar ditempel uang
logam supaya tidak bodong
|
pupusar menonjol atau sering diistilahkan bodong pada bayi adalah kondisi
yang wajar. Sebab, otot dinding perut pada bayi masih lemah sehingga bisa
mempengaruhi bentuk pusar. Seiring bertambah kuatnya dinding perut, bentuk
pusar juga akan mengalamiperubahan.
|
|
Bedong agar kaki
bayi tidak bengkok
|
Tittidak ada hubungan antara membedong dengan kekuatan kaki atau struktur kaki
bayi. Justru bayi akan lebih mudah bergerak untuk melatih kaki dan tangannya,
jika bedong dilakukan dengan longgar. Biarkan kaki dan tangan bayi bebas
bergerak.
Membedong anak sekuat mungkin tidak ada hubungannya sama sekali untuk meluruskan kaki bayi. Semua kaki bayi memang bengkok pada awalnya. Hal ini berkaitan dengan posisi bayi yang meringkuk di dalam rahim. Nanti, dengan semakin kuatnya tulang anak dan kian besarnya keinginan untuk bisa berjalan, kaki anak akan lempeng sendiri. Perkembangan fisiologis kaki memang seperti itu.
T
|
|
Bawang yang dicampur
minyak dikenal bias menurunkan panas
|
secara ilmiah benar, karena bawang adalah tumbuhan yang mengeluarkan
minyak yang mudah menguap dan menyerap panas.
|
|
Upacara tedak siti
(menginjak tanah) saat bayi 6-7 bulan
|
secara ilmiah pun ternyata salah, karena pas dengan usia reflex menapak
bayi. Di permukaan badan terdapat putik saraf yang bias menjadi sensor
tekanan. Saraf ini tumbuh saat bayi 6-7 bulan, bersamaan dengan tumbuhnya
struktur otak untuk keseimbangan dan alat-alat keseimbangan untuk posisi
berdiri. Tak heran jika di usia ini bayi sudah mulai belajar menapak.
|
|
Hidung ditarik agar
mancung
|
ini jelas salah, karena tidak ada hubungannya menarik pucuk hidung dengan
mancung atau tidaknya hidung. Mancung atai tidaknya hidung seseorang
ditentukan oleh bentuk tulang hidung yang sifatnya bawaan
|
|
Bayi usia seminggu
diberi makan pisang dicampur nasi agar tidak kelaparan
|
hal ini salah, karena pasalnya usus bayi diusia ini belum punya enzim
yang mampu mencerna karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi.
Akibatnya bayi jadi sembelit, karena makanan padat pertama adalah di usia 4
bulan, yakni bubur susu dan 6 bulan makanan padat kedua yaitu bubur tim.
|
BAB III
HASIL WAWANCARA
1.
ASPEK BUDAYA PERKAWINAN
Menurut wawancara yang kami lakukan pada
narasumber kami Bapak Sunarno, Kepala bagian kesejahteraan desa Panggungharjo,
Sewon, Bantul beliau menjelaskankan bahwa banyak sekali budaya di negara kita ini. Budaya tersebut termasuk
budaya perkawinan. Berbagai macam budaya berkembang di Indonesia yang masih
melekat di masyarakat, apalagi disuku-suku tertentu.
Beliau mengatakan sebagai seorang bidan
kami haruslah memelajari aspek sosial budaya masyarakat. Hal ini dikarenakan
bidan adalah tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat. Dalam budaya
perkawinan, seorang bidan harus mengerti dan mempelajari budaya tersebut karena
perkawinan menjadi pintu gerbang terbukanya generasi muda yang baik. Menurut beliau, kami perlu memberikan
pendidikan praperkawinan agar pasangan yang akan menikah agar mereka dapat
berumah tangga dengan baik. Kemudian, cara memberikan edukasi tersebut juga
disesuaikan dengan kondisi kebudayaan setempat.
2.
KEHAMILAN
Selain
menimbulkan kebahagiaan bagi wanita dan pasangannya, kehamilan juga dapat
menimbulkan kekhawatiran pada wanita pada trimester 1,2 dan 3. Dengan
menerapkan manajemen asuhan kebidanan diharapkan bidan memperhatikan kebutuhan
dasarmanusia dalam aspek bio-psiko-sosial-budaya dan spiritual.
Menurut
narasumber, kehamilan adalah proses seorang wanita dalam melahirkan generasi
bangsa. Contoh budaya kehamilan yang ada dimasyarakat misalnya di suku jawa,
yaitu “nujuh bulanan” yaitu acara yang diselenggarakan ketika kandungan sudah
menginjak 7 bulan, atau masuk trimester ke 3. Menurut suku jawa acara tersebut
berisi harapan agar janin yang di dalam kandungan tumbuh menjadi anak yang
baik, soleh-solehah, dan berbakti pada orangtua.
Beliau mengatakan aspek sosial budaya
yang dalam masa kehamilan sanagt perlu untuk di pelajari sebagai seorang bidan.
Karena jika ada adat atau upacara dalam masa kehamilan itu membahayakan baik
pada ibu ataupun janin maka bidan harus meluruskan adat tersebut. Caranya
dengan memberikan pengertian atau edukasi tentang bagaimana perawatan yang baik
pada masa kehamilan.
3.
PERSALINAN
Persalinan
adalah proses lahirnya janin ke dunia. Persalinan melalui tahap kala I, kala
II, kala III, dan kala IV. Kala I dimulai ketika pembukaan 1-10 cm, kemudian
kala II dimulai ketika pembukaan sudah lengkap disusul dengan lahirnya seluruh
tubuh janin. Kala III adalah saatbayi lahir lalu disusul dengan kelahiran
plasenta, dan yang terakhir adalah kala IV yaitu lahirnya plasenta dan 1 jam
setelah itu.
Narasumber
mengatakan bahwa saat persalinan peran bidan sangat penting karena yang
menolong persalinan. Beliau menjelaskan budaya yang sering dilakukan ketika
proses persalinan adalah mengubur “ari-ari” atau plasenta di dekat rumah dan
kemudian diberi penerangan serta dibuat pelindung. Mereka berpendapat bahwa
maksud dari agar si anak dekat dengan keluarganya, bersikap baik, dan
menghormati orang tua.
4.
NIFAS
Setelah proses persalinan, maka
selanjutnya adalah masa nifas. Masa nifas adalah masa dimana kembali pulihnya
keadaan ibu setelah persalinan hingga kembali seperti sebelum hamil. Masa nifas
dimulai dari keluarnya plasenta hingga sekitar 40 hari. Dalam masa nifas
seorang ibu harus banyak mengkonsumsi nutrisi untuk mengembalikan tubuhnya
seperti sedia kala.
Kami mengatakan kepada narasumber dalam
masyarakat banyak sekali tumbuh budaya-budaya yang ada ketika masa nifas,
misalnya ada yang mengatakan bahwa pada masa nifas ibu tidak boleh mengkonsumsi
telur, ikan, dan makanan lain yang berbau amis. Kemudian narasumber menanggapi
budaya atau kebiasaan tersebut justru memberikan dampak negatif, karena jika
ibu nifas kurang asupan nutrisi maka tubuhnya pasti akan terasa letih dan bisa
terjangkit penyakit.
5.
BAYI BARU LAHIR
Bayi
baru lahir, normalnya memiliki berat
2500 gr – 4000 gr. Bayi baru lahir memang sangat rentan, apalagi
terhadap suhu. Jika bayi kedinginan maka tubhnya akan berwarna biru dan akan mengalami
hipotermi. Selain itu perawatan pada bayi baru lahir juga sedikit ektra,
seperti tetap menjaga suhu tubuhnya, menjaganya dari iritasi, karena kulit bayi
masih sangat tipis dan halus serta asupan asi untuk bayi. Budaya masyarakat
terkait oleh bayi baru lahir seperti menggedong agar kaki bayi tidak bengkok,
memakaikan gurita agar bayi tetap hangat, dan ada yang menolak untuk imunisasi.
Menurut narasumber bidan harus memilah dan
memilih serta mengedukasi tentang cara-cara perawatan bayi baru lahir. Mengingat
bayi baru lahir masih sangat rentan terhadap penyakit. Apalagi ada sebagian
masyarakat yang menolak imunisasi pada bayinya, jelas ini sangat berdampak
negatif. Narasumber juga mengatakan tidak di berinya imunisasi pada bayi justru
akan memperbesar resiko bayi tertular penyakit atau terinfeksi penyakit.
Sebagai seorang bidan beliau menganjurkan agar kami lebih dapat menjenlaskan
manfaat imunisasi bagi bayi baru lahir.
BAB IV
KASUS DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Perkawinan
1.
Kasus
Seorang laki-laki berumur 51 tahun,
dan seorang perempuan berumur 48 tahun.
Mereka telah memasuki usia perkawinan selama 25 tahun. Mereka memiliki 2 orang
anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Pada awal 5 tahun pertama mereka
banyak menyesuaikan diri satu sama lain terlebih dengan adanya perbedaan budaya
diantara mereka. Sikap saling terbuka dan saling memahami merupakan aspek yang
utama dalam menjalani kehidupan rumah tangga mereka. Selain itu faktor
komunikasi yang terbuka dan aktif merupakan kunci keberhasilan perkawinan. Dari
segi budaya, ditemukan titik temu antara budaya Batak dan budaya Jawa yaitu
selalu mengedepankan nilai marsisarian atau sikap saling menghargai. Dimana
mereka dalam menghadapi kehidupan rumah
tangga selalu mengedepankan sikap saling mengerti, menghargai, dan saling
membantu satu sama lain sehingga semua masalah yang dihadapi dapat diselesaikan
dengan baik.
2. Analisis
dan pemecahan masalah
Dalam kasus tersebut terlihat bahwa
2 budaya menjadi satu. Laki-laki dengan budaya batak dan perempuan dengan
budaya jawa. Namun, mereka sudah lama menikah dan memiliki anak. Tercantum
dalam kasus bahwa kunci keberhasilan perkawinan mereka adalah dengan saling
terbuka dan saling memahami.
Mereka menemukan pemecahan masalah
mereka dengan saling terbuka dan saling memahami satu sama lain. Rasa saling
mengerti satu sama lain menjadikan mereka tetap bersama meskipun memiliki latar
budaya yang berbeda. Budaya yang berbeda sebenarnya justru lebih banyak sisi
positifnya, karena dengan budaya yang berbeda mereka bisa membandingkan dan
mempelajari budaya lain dan mengambil yang baik dari budaya tersebut.
B.
Kehamilan
1. Kasus
Di provinsi Jawa Barat, ibu
yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar
bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Beberapa kepercayaan lain, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
2. Analisa kasus dan pemecahan masalah
Ibu hamil
khususnya trimester 3 (8-9 bulan), butuh energi yang
memadai. Selain untuk mengatasi beban yang kian berat, juga sebagai cadangan
energi untuk persalinan kelak. Itulah sebabnya pemenuhan gizi seimbang tak
boleh dikesampingkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Pertumbuhan otak
janin akan terjadi cepat sekali pada dua bulan terakhir menjelang persalinan.
Asupan gizinya meliputi, karbohidrat, vitamin, protein, tiamin dan air.
Sedangkan dalam kasus diatas ibu hamil membatasi asupan gizi seperti itu justru
akan menyebabkan ibu hamil kekurangan gizi. Jika ibu hamil kekurangan gizi maka
akan banyak resiko yang terjadi seperti, terjadi anemia, persalinan macet serta
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah).
C.
Persalinan
1. Kasus
Baru-baru ini masyarakat mulai percaya bahwa
rumput fatimah dipercayai mampu
mempercepat proses persalinan.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Rumput Fatimah (Labisa pumila)
adalah tumbuhan semak asal Arab. Tanaman ini cukup popular . Rumput fatimah
atau Labisa pumila ini mengandung oksitoksin yaitu zat yang digunakan oleh
tubuh untuk merangsang kontraksi rahim, sehingga dipercaya dapat mempercepat
persalinan. Zat sejenis oksitoksin yang terkandung di dalam rumput fatimah sama
seperti obat yang diberikan untuk menginduksi ibu hamil agar terjadi kontraksi.
Kandungan
oksitosin tersebut dosisnya tidak dapat diukur. Tumbuhan ini dipakai dengan
cara akarnya direndam. Air rendaman inilah yang diminum. Semakin lama direndam,
kadar oksitosin yang terlarut pun semakin pekat. Dosisnya bisa jadi
berlipat-lipat. Minum
rendaman akar rumput fatimah ini akan menimbulkan masalah, Jika mulut rahim
belum terbuka, efek kuat kontraksi ini bisa berbahaya. Risikonya dapat
menimbulkan pendarahan akibat kontraksi rahim sehingga menyebabkan pecahnya
pembuluh-pembuluh darah dan stres otot. Kontraksi yang ditimbulkan akan sangat
tinggi, tanpa ada jeda waktu istirahat. Yang sering terjadi, para ibu hamil
sudah meminumnya dari rumah. Alhasil, kontraksinya benar-benar kencang. Tapi
pembukaannya tidak sesuai dengan kontraksinya. Efeknya berbeda-beda, untuk ibu
yang pembukaannya sudah hampir sempurna memang dapat membantu mempercepat
kelahiran, namun bagi yang pembukaannya masih awal tentu tidak sesuai dengan
kontraksi yang hebat tersebut. Jika tidak tahan akan kontraksi, ibu akan
terus-terusan mengejan padahal pembukaan masih sedikit, sehingga besar
kemungkinan rahim akan robek.
D.
Nifas
1. Kasus
Dalam budaya masyarakat jawa ibu nifas, tidak boleh
mengkonsumsi telur, ikan, dan makanan yang berbau amis lainnya. Karena menurut
kepercayaan mereka makanan tersebut membuat luka pasca bersalin menjadi lama
pulihnya. Kemudian juga tidak boleh tidur siang dan tidak boleh pergi kemana
pun selama 40 hari.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Masa nifas adalah masa pulihnya tubuh ibu pasca bersalin.
Masa nifas terjadi sekitar 40 hari. Dalam masa nifas ibu butuh asupan gizi yang
cukup terutama karbohidrat dan protein. Karena ibu nifas membutuhkan energi
untuk melakukan aktifitasnyanya lagi setelah bersalin serta mengembalikan tubuh
seperti sebelum hamil. Dengan dilarangnya ibu mengkonsumsi telur atau ikan
tentu ibu nifas akan kekurangan protein, sedangkan protein adalah zat utama
pembentuk rantai hemoglobin dalam sel darah merah. Jika zat pembentuk
hemoglobin saja kurang maka ibu nifas bisa saja terkena anemia. Cepat atau lama
kesembuhan luka pasca bersalin tergantung pada nutrisi yang ibu konsumsi.
Justru ibu nifas sebaiknya mengkonsumsi zat protein tinggi seperti telur, ikan,
dan ayam serta sayuran dan buah-buahan.
E.
Bayi baru lahir
1. Kasus
Budaya masyarakat indonesia mengenai bayi baru lahir,
biasanya mereka mengenakan gurita pada bayi dan kemudian di bedong. Mereka
mengatakan bahwa itu bertujuan agar perut bayi tidak kembung dan dengan di
bedong kaki bayi tidak bengkok.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Pemakaian gurita dan bedong sebenarnya bertujuan agar
bayi tetap hangat. Namun terkadang masyarakat menambahi-nambahi tujuan tersebut
seperti bayi di bedong agar kakinya tidak bengkok. Bengkok tidaknya kaki bayi
itu di karenakan asupan kalsium yang ibunya konsumsi saat hamil. Jika pada saat
hamil ibu tidak banyak mengkonsumsi kalsium maka bayi pun akan menderita kekurangan
kalsium bahkan kelainan tulang.
Pemakaian gurita yang terlalu ketat juga justru akan
mempengaruhi perkembangan bayi, karena gurita yang terlalu ketat membuat bayi
suka bernafas dan tidak memiliki lingkup gerak yang bebas. Karena itu jika bayi
di kenakan gurita, ikatlah jangan terlalu ketat, sehingga masih ada ruang bayi
untuk bebas bernafas. Begitu pula dengan bedong, jika terlalu ketat justru akan
membuat bayi tidak bisa bergerak bebas. Pemakaian gurita dan bedong yang
berasal dari bahan yang tidak sesuai juga bisa membuat iritasi pada kulit bayi.
BAB V
PEMBAHASAN
Lingkup pelayanan
kebidanan sangatlah luas, mulai dari perkawinan, kehamilan, persalinan, nifas,
BBL, bayi, balita, bahkan hingga menopause. Tentunya lingkup pelayanan tersebut
juga mencakup tentang aspek sosial budaya masyarakat. Indonesia memang negara yang
mempunyai banyak budaya baik khususnya dalam perkawinan, kehamilan, persalinan,
nifas dan BBL. Budaya-budaya tersebut terkadang ada yang tidak sesuai jika
dilihat dari sisi kesehatan.
A. Aspek Sosial Budaya Perkawinan
Perkawinan merupakan wujud menyatukan dua
orang, laki-laki dan perempuan ke dalam satu tujuan yang sama. Salah satu
tujuan pernikahan adalah bahagia bersama pasangan hidup. Dalam aspek sosial
budaya perkawinan ada faktor pendukung dan penghambat.
Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan
mayoritas mereka saling memberi, dan menerima cinta, menghormati dan
menghargai, serta saling terbuka. Hal itu tercermin bgaimana suami istri
menjaga hubungan mereka dengan baik. Mampu menyikapi perbedaan yang muncul
sehingga kebahagiaan dalam hidup berumah tangga tercapai. Faktor penghambat
yang mempersulit penyesuaian perkawinan biasanya salah satu dari mereka tidak
dapat menerima perubahan sifat atau kebisaan di awal perkawinan, tidak
berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya maupun tidak tahu peran
masing-masing.
B.
Aspek Sosial Budaya Kehamilan
Masa kehamilan merupakan masa yang penting dan
menjadi sorotan masyarakat. Seperti deskripsi kehamilan oleh Malinawski (1927)
bahwa kehamilan merupaka fokus perhatian yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat. Terlepas dari sudut pandang masyarakat tentang masa kehamilan,
terdapat berbagai pandangan budaya, serta faktor sosial lainnya dalam
kepentingan reproduksi. Hal tersebut meliputi :
1. Keinginan ideal perorangan untuk memiliki anak
dengan jenis kelamin tertentu
2. Mengatur waktu kelahiran
3. Sikap menerima tidaknya kehamilan
4. Kondisi hubungan suami istri
5. Kondisi ketersidiaan sumber sosial
Selain faktor sosial tersebut ada pula
faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi, seperti tradisi-trasdisi lingkungan.
Ada yang mengatakan bahwa ibu hamil tidak boleh mengkonsumsi telur. Padahal
telur mengandung protein yang baik untuk kebutuhan gizi ibu hamil.
C. Aspek Sosial
Budaya Persalinan
Persalinan normal adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau hidup diluar
kandungan melalui jalan lahir secara spontan dengan presentasi kepala tanpa
komplikasi. Persalinan dibgai menjadi 4 kala, yaitu kala I, II, III dan IV.
Kala I dimulai ketika pembukaan 1-10 cm, kemudian kala II dimulai ketika
pembukaan sudah lengkap disusul dengan lahirnya seluruh tubuh janin. Kala III
adalah saatbayi lahir lalu disusul dengan kelahiran plasenta, dan yang terakhir
adalah kala IV yaitu lahirnya plasenta dan 1 jam setelah itu.
Masyarakat pedesaan umumnya melakukan
persalinan di dukun beranak. Mereka beranggapan bahwa dukun beranak lebih
berpengalaman dibandingan tenaga medis. Selain itu pemilhan bersalin di dukun
beranak didasarkan karena mengenal secara dekat, murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kalahiran anak serta merawat
ibu selama masa nifas. Disamping itu juga karena keterbatasan biaya, dan
jangkauan pelayanan kesehatan yang jauh.
Selain budaya bersalin di dukun beranak, ada
juga masyarakat yang masih percaya pada pantangan-pantangan atau mengkonsumsi
sesuatu agar persalinannya lancar. Sebenarnya,kelancaran
persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik
berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi.
Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu,terutama kesiapannya
dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas,bisa saja persalinannya jadi tidak
lancar hingga harus dioprasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa
sakit yang terjadi selama persalinan, faktor lain yang juga harus diperhatikan:
riwayat kesehatan ibu,apakah pernah menderita diabetes,hipertensi atau sakit
lainnya; gizi ibu selama hamil,apakah mencukupi atau tidak; dan lingkungan
sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu.
Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Bahkan,berdasarkan penelitian,ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak
hiperaktif,sulit konsentrasi dalam belajar,kemampuan komunikasi yang kurang,dan
tidak bisa kerja sama.
D. Aspek Sosial
Budaya Nifas
Masa nifas merupakan masa selama persalinan
dan setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Donald, 1995). Kebutuhan
masa nifas sangatlah banyak, mulai dari kebutuhan fisik, nutrisi, dan ambulasi.
Ibu nifas sangat banyak butuh asupan nutrisi terutama karbohidrat, protein dan
serat.
Ada sebagian masyarakat menganggap
mengkonsumsi telur, ikan dan daging
menyebabkan penyembuhan luka pasca bersalin menjadi lama. Padahal ibu nifas
perlu makanan yang bergizi dan seimbang. Jika ibu nifas kekurangan zat gizi
maka ibu nifas bisa saja terserang penyakit. Kepercayaan ini tidak ada sisi
positifnya sama sekali bahkan justru berdampak negatif
E. Aspek Sosial
Budaya Bayi Baru Lahir
Seorang bayi baru lahir umumnya memiliki berat
sekitar 2500-4000gr dengan panjang 45-55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai
10 % dari berat tubuhnya dalam sehari-hari setelah kelahiran. Kemudian pada
akhir minggu pertama berat tubuhnya akan mulai naik kembali. Karenanya tidaklah
mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir memerluka beberapa minggu untuk
menyusuaikan diri.
Perawatan bayi baru lahir juga sedikit harus
teliti, seperti dalam memilih pakaian, dan
peralatan mandi. Kulit bayi sangatlah lembut dan tipis, jika tidak
hati-hati dalam memilih pakaian maka bisa saja terjadi iritasi pada kulit bayi.
Selain itu peralatan mandi juga perlu di perhatikan. Seperti sabun bayi, agar
tidak menimbulkan iritasi di kulit bayi. Bayi juga sangat dijaga kehangatannya.
Pakaian yang hangat membuat bayi lebih terjaga suhu tubuhnya. Selain perawatan
kulit, bayi baru lahir perlu perawatan tali pusar. Beberapa kalangan masyarakat
memakaikan gurita pada bayi. Pemakaian gurita yang terlalu kencang membuat tali
pusar bayitidak cepat mengering. Selain itu pemakaian gurita yang terlalu ketat
membuat ruang nafas bayi tidak bebas. Oleh karena itu, jika mengenakan gurita
jangan terlalu ketat, begitu pula dengan bedong. Masyarakat berpendapat bahwa
di bedong itu bertujuan agar kaki bayi tidak begkok. Padahal bengkok tidaknya
tulang bayi tergantung pada asupan yang dikonsumsi ibu saat hamil. Jika ibu
kurang mengkonsumsi kalsium maka bisa saja kaki bayi akan bengkok meskipun
dibedong.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan
sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. Seorang bidan
harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, balita, anak-anak, remaja
hingga lansia.
Seorang
bidan perlu mempelajari sosial budaya masyarakat tersebut yang meliputi
pengetahuan penduduk, tradisi dan kebiasaan sehari-hari. Budaya tersebut baik
dipandang melalui norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian dan lain-lain. Melalui kegiatan tersebutlah bidan bisa
melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat dan melakukan berbagai penyuluhan
agar tercipta masyarakat yang sehat dan sejahtera.
B. Saran
Sebagai tenaga medis yang dekat dengan masyarakat, bidan haruslah memahami
adat istiadat dan tradisi setemmpat yang berhubungan dengan pelayanan
kebidanan. Kemudian dengan mempelajari hal tersebut bidan akan lebih mudah
masuk ke masyarakat dan melakukan berbagai promosi kesehatan dan penyuluhan.
Makalah Dasar-dasar Kebidanan
“ASPEK SOSIAL
BUDAYA YANG ADA DIMASYARAKAT”
Disusungunamemenuhisebagiantugas Mata KuliahDasar-dasar Kebidanan
Dosen
Pengampu: Winarsih.,S.SI.T.M.Kes
Oleh:
Kelompok 1
kelas 2E
1. Hidayati (140161)
2. Thuhfatul Mardiyyati (140162)
3. Rialita Risa Hartini (140163)
4. Nova Nendia Putri (140164)
5. Rahma Dwiningrum (140165)
6. Wiwik Yudiati (140166)
7. Puti Ritma Astuti (140169)
8. Woro Larasati (140170)
9. Nur Wasilatul Rahma (140171)
AKADEMI KEBIDANANYOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2015/2016
Jl.Parangtritis Sewon
Bantul Yogyakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek Legal dalam
Kebidanan”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan tugas Makalah Etikolegal Akademi Kebidanan Yogyakarta.
Makalah ini tidak akan terlaksana tanpa
bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. Henri Soekirdi, M.Kes. selaku Direktur
Akademi Kebidanan Yogyakarta.
2. Winarsih., S.SI.T.M.Kes.selaku pembimbing
dalam pembuatan Makalah Dasar-dasar Kebidanan ini.
3. Pri Hastuti selaku koordinator mata kuliah
Dasar-dasar Kebidanan.s
4. Rekan-rekan mahasiswa Akademi Kebidanan
Yogyakarta angkatan 2015.
Dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi mengevaluasi peningkatan makalah ini, agar selanjutnya menjadi
lebih baik. Harapan penulis semoga makalah ini dapat diterima dan dapat
bermanfaat bagi semua pembaca.
Yogyakarta,
April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Budaya adalah suatu
pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak
aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya
ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.Citra budaya yang
bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai
perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat
dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa
bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.Kebudayaan adalah sesuatu yang
akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
itu bersifat abstrak.
Dalam masyarakat
pada umumnaya pentingnya akan kesehatan masih banyak yang belum sepenuhnya
memahami,terutama pada orang awam yang masih menjunjung tinggi adat istiadat
dan budaya daerah mereka dan kepercayaan pada nenek moyang atau
orang terdahulu sebelum mereka,meraka masih mempercayai mitos-mitos tentang
cara-cara mengobati masalah kesehatan,padahal pada faktanya kegiatan mereka
tersebut malah menjadi penghambat dalam peningkatan kesehatan masyarakat
terutama masalah kesehatan ibu dan anak.apa lagi di era sekarang ini kondisi
kesehatan ibu dan anak sangat-sangat memprihatinkan.masih banyak anak-anak yag
nutrisi dan gizinya belum tercukupi,karena sebagian masyarakat masih menganggap
bahwa apa yang telah di berikan orang terdahulu mereka harus di berikan kepada
anak mereka sekarang.
Pada
ibu hamil juga masih banyak mitos-mitos yang di percaya untuk tidak di
lakukan,padahal itu harus di lakukan untuk kesehatan ibu dan janin yang di
kandungnya,misalnya seperti di larang makan ikan laut,padahal ikan laut itu
bergizi tinngi dan banyak mengandung protein yang bagus untuk kesehatan ibu dan
janin,tapi mitos dalam budaya mereka melarang larang untuk memakannya.pada
budaya di daerah mereka ada juga ritual untuk wanita yang sedang hamil,seperti
upacara mengandung empat bulan,tujuh bulan,dan lebih dari sembilang bulan.
Menjadi
seorang bidan desa dan di tempatkan pada desa yang plosok dan masih tinggi
menjunjung adat istiadat budayan dan mempercayai mitos sangatlah susah dan
penuh perjuangan mental dan raga,karena masyarakatnya lebih mempercayai mitos
dari pada tenaga kesehatan seperti bidan,mereka masih mempercayai dukun untuk
menolong persalinan atau pun menyembuhkan penyakit yang di derita masyarakat
dan anak.padahal persalinan dengan bantuan dukun akan menakutkan sekali,karena
takut terjadinya infeksi paska persalian,misalnya penularan penyakit selama
persalinan,seperti pemotongan tali pusar dengan menggunakan gunting biasa atau
belatih dari bambu,padahal seharus naya semua alat yang di gunakan dan gunting
tersebut harus di sterilkan terlebih dahulu,tapi kalau dukun tidak melakukan
hal itu.
Jadi
tugas kita sebagai tenaga kesehatan bidan dalam upaya untuk menanggulangi
maslah-masalah tersebut dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak kita harus
merubah paradigma masyarakat awam tentang ke jelekan tenaga kesehatan bidan di
mata orang awam,karena bidan lebih berkompeten dalam melkukan tindakan karena
sudah mendapatkan ilmu yang banyak dan mengetahui tentang maslah dan
penanggulanganya secara baik dan benar sesuai prosedur kesehatan yang ada.dan
pemerintah juga harus berperan dalam pengadaan penunjang untuk mencapai
mengurangi kematian ibu dan bayi yang dalam program pemerintah di beri
nama sasaran milineum development goals (MDGs).sehingga menciptakan
sebuah masyarakat yang tanggap dan berperan aktif dengan maslah
kesehata,terutama untuk diri mera sendri,dan menjadikan suami siaga pada saat
akan persalinan,dan tercapai lah tujuan pemerintah tecapai tindakan untuk
membuwat “ibu selamat,bayi sehat,dan suami siaga.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa yang dimaksud aspek sosial
budaya pada setiap perkawinan?
2. Apa yang dimaksud aspek sosial pada
setiap trimester kehamilan ?
3. Bagaimana aspek budaya selama
persalinan kala I,II,III,IV ?
4. Bagaimana aspek sosial budaya dalam
masa nifas ?
5. Bagaimana aspek sosial budaya yang
berkaitan dengan BBL ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui apa saja aspek sosial budaya pada setiap
perkawinan
2. Mengetahui apa saja aspek
sosial pada setiap trimester kehamilan
3. Mengetahui apa saja budaya selama
persalinan kala I,II,III,IV
4.
Mengetahui apa sosial budaya dalam masa
nifas
5. Mengetahui apa saja aspek sosial budaya
yang berkaitan dengan BBL
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
Budaya
Pengertian
Budaya Kebudayaan berasal dari kata sansekerta buddayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan
berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Adapun ahli antropologi yang
merumuskan definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah
Taylor, yang menulis dalam bukunya: “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan lain, serta
kebiasaan yang di dapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Ranjabar,
2006).
Definisi
lain dikemukakan oleh Linton dalam buku: “The Cultural Background of
Personality”, bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang
dipelajari dari hasil tingkah laku, yang unsur-unsur pembentukannya didukung
dan diteruskan oleh anggota masyarakat tertentu, (Sukidin, 2005).Sepertu halnya
budaya ini berkembang seiring waktu seperti contohnya kebudayaan saat akan
perkawinan maupun kebudayaan lainya.
Perkawinan
merupakan peristiwa yang sangat penting dalam masyarakat. Dengan hidup bersama,
kemudian melahirkan keturunan yang merupakan sendi utama bagi pembentukan
negara dan bangsa.
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan
manusia. Di era globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu
ekstrem menuntut semua manusia harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang
kini banyak merebak di kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan
pada ibu dan anak yang sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak
tersebut diyakini memerlukan pengetahuan aspek sosial budaya dalam penerapannya
kemudian melakukan pendekatan-pendekatan untuk melakukan perubahan-perubahan
terhadap kebiasaan-kebiasaan yang tidak mendukung peningkatan kesehatan ibu dan
anak..
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat
perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
Tingkat kepercayaan masyarakat kepada petugas kesehatan,
dibeberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun karena
kharismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga ia lebih senang
berobat dan meminta tolong kepada ibu dukun. Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu
hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan yang biasanya
dilakukan di rumah.Pada tahun 1992
rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat
praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu(Data
Survey Kesehatan Rumah Tangga, 1992)
Penelitian Iskandar
dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi
seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan minyak kelapa untuk
memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan tangan ke dalam vagina
dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau "nyanda" (setelah
persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
Indonesia
sebagai negara yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa (multietnik),
dengan derajat keberagaman yang tinggi dan mempunyai peluang yang besar dalam
perkawinan yang berbeda budaya. Perkawinan yang dilangsungkan mengandung
nilai-nilai atau normanorma budaya yang sangat kuat dan luas, ( Abu dalam
Natalia & Iriani, 2002). Budaya yang berbeda melahirkan standar masyarakat
yang berbeda dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk juga dalam mengatur
hubungan perkawinan adat istiadat. Namun diantara berbagai bentuk yang ada,
perkawinan merupakan salah satu contoh yang dapat dilihat secara adat istiadat
suku setempat yang dapat diterima serta diakui secara universal, ( Duvall dalam
Natalia & Iriani, 2002 ).
Masalah
penyesuaian adalah suatu hal yang sifatnya universal dan unik, karena setiap
individu mau tidak mau harus menghadapi masalah atau kesulitan dalam
kehidupannya sehingga perlu melakukan penyesuaian. Sumber masalah tersebut
dapat berubah-ubah pada tiap periode kehidupan, untuk itulah perlu melakukan
penyesuaian. Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah, tentunya
masing-masing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya
penyesuaian sendiri-sendiri ke dalam perkawinan tersebut. Masaing-masing
memiliki latar elakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan
dalam susunan nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu
dilakukan penyesuaian sehingga kebutuhan dan harapan masing-masing pasangan
dapat terpenuhi dan memuaskan.
A. Aspek Sosial Budaya Pada Setiap Perkawinan
Berdasarkan aspek sosial budaya pola penyesuaian perkawinan dilakukan
secara bertahap pada fase pertama adalah
bulan madu, pasangan masih menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan, hal itu
karena didasari rasa cinta di awal perkawinan. Pada fase pengenalan kenyataan,
pasangan mengetahui karakteristik dan kebiasaan yang sebenarnya dari
pasangannya. Dapat dilihat pada tabel berikut.
|
Aspek sosial budaya perkawinan
|
Pengaruhnya /dipercayai karena
|
Asal daerah
|
Alasan Rasional
|
Kesimpulan
|
|
Merariq,peculikan seorang gadis yang dilakukan oleh laki-laki yang akan
menikahi
|
Agar mereka berdua direstui oleh kedua orang tua, dan agar pernikahanya
dilancarkan nantinya
|
Lombok,NTB
|
Tidak perlu dilakukan peculikan, karena restu
akan didapatkan ketika dibicarakan baik-baik tidak dengan cara seperti ini
|
Tidak berhubungan
|
|
Dipingit, pembatasan untuk calon mempelai laki-laki dan mempelai
perempuan yang akan menikah
|
Agar nantinya kedua mempelai tidak terjadi sesuatu seperti meninggal,
dipercayai juga agar pernikahan nya lancar.
|
Bangli, Bali
|
Kedua mempelai harus merencanakan membuat
planing yang akan dilakukan ketika akan menikah dan harus saling bertukar
pendapat ataupun saling mengenal
|
Tidak berhubngan
|
B.
Aspek Sosial Budaya Pada setiap Trimester Kehamilan
`Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yamg amat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya dan komplikasi kematian ketika
persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin.
Memahami perilaku perwatan kehamilan (ANC) adalah penting untuk mengetahui
dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Fakta berbagai kalangan dimasyarakat
indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah, dan kodrati. Meraka merasa
tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering
kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya
informasi serta dipengaruhi juga faktor-faktor nikah pada usia muda yang masih
banayak dijumpai di daerah pedesaan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah
masalah gizi hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan dan pantangan
terhadap beberapa jenis makanan. Tidak heran jika anemia dan kurang gizi pada
wanita hamil cukup tinggi terutama didaerah pedesaan. Beberapa kepercayaan yang
ada misalnya di jawa tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa
Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi
makannya agar bayi yang duikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
Beberapa sampel contoh aspek budaya pada trimeseter kehamilan di
daerah-daerah:
|
Budaya/kepercayaan
|
Dipercaya karena
|
Asal daerah
|
|
Untuk ibu hamil di trimester III ini diadakan
upacara didaerah maluku
|
Karena dipercaya bahwa banyak roh-roh jahat
yang mengikuti bayinya tersebut.
|
Maluku
|
|
Untuk ibu hamil pada trimester III tidak boleh
makan telur dan makan daging
|
Karena dipercayai akan mempersulit pada saat
persalinan, dan dapat terjadinya perdarahan yang banyak.
|
Semarang, Jawa Tengah
|
|
Ibu hamil pada trimester III harus mengurangi
porsi makananya.
|
Karena dipercayai bayi yang akan dilahirkan itu
kecil.
|
Subang,Jawa Barat
|
|
Ibu hamil pada trimester III tidak
diperbolehkan untuk pergi ke hutan
|
Karena dipercaya ibu hamil trimester III itu
janin yang dikandungnya belum terbentuk sempurna maka akan diganggu oleh
makhluk gaib.
|
Kalimantan Selatan
|
C.
Aspek Sosial Budaya Selama Persalinan Kala I, II, III, IV
|
Aspek Budaya
|
Dipercayai
|
Kaitanya
|
Alasanya
|
|
minum rendaman air rumput Fatimah akan
merangsang mulas.
|
Rumput Fatimah bisa membuat mulas pada ibu
hamil.
|
Tidak ada
|
belum diteliti
secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum meminumnya.
Soalnya, rumput ini hanya boleh diminum bila pembukaannya sudah mencapai 3-5
cm, letak kepala bayi sudah masuk panggul, mulut rahim sudah lembek atau
tipis, dan posisi ubun-ubun kecilnya normal.
|
|
Minum minyak
kelapa.
|
memudahkan persalinan.
|
Tidak ada
|
dalam dunia kedokteran, minyak tak ada
gunanya sama sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin
|
|
Minum madu dan telur.
|
dapat menambah tenaga untuk persalinan
|
Ada
|
Jika
BB-nya cukup, sebaiknya jangan minum madu karena bisa mengakibatkan
overweight. Bukankah madu termasuk rbonhidrat yang paling tinggi kalorinya.
Jadi, madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik dari batas
yang ditentukan, sebaiknya segera hentikan. Akan halnya telur tak masalah,
karena mengandung protein yang juga menambah kalori.
|
|
Makan
duren, tape, dan nanas.
|
bisa membahayakan persalinan
|
ada
|
Ini
benar karena bisa mengakibatkan perndarahan atau keguguran. Duren mengandung
alkohol, jadi panas ke tubuh.
|
Sebenarnya,
kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk
panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental
berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila
ia takut dan cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus
dioperasi.
Ibu dengan
mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.Faktor
lain yang juga harus diperhatikan adalah riwayat kesehatan ibu, apakah pernah
menderita diabetes, hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil,
apakah mencukupi atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau
tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena
akan berpengaruh pada bayinya. Bahkan, berdasarkan penelitian, ibu yang cemas
saat hamil bisa melahirkan anak hiperaktif, sulit konsentrasi dalam belajar,
kemampuan komunikasi yang kurang, dan tak bisa kerja sama.
D.
Aspek Sosial Budaya dalam Masa Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan yang lamnya enam minggu. Jadi arti keseluruhan dari aspek sosial budaya pada masa nifas adalah
suatu hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia untuk mencapai tujuan
bersama pada masa sesudah persalinan.
1. macam-macam aspek sosial budaya pada masa nifas
|
Aspek sosial budaya
|
Sisi positive
|
Sisi negative
|
|
Masa nifas dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan
lele, keong ,daun lembayung, buah
pare, nenas, gula merah, dan makanan yang berminyak
|
Tidak ada
|
Merugikan karena masa nifas memerlukan makanan yang bergizi seimbang
agar dan bayi sehat
|
|
Setelah melahirkan atau setelah operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam ,ngayep´dilarang banyak makan dan minum, makanan harus disangan/dibakar
|
Tidak ada
|
Merugikan karena makanan yang sehat akan mempercepat penyembuhan luka.
|
|
Masa nifas dilarang tidur siang
|
Tidak ada
|
Ada, negative karena masa nifas
harus cukup istirahat, kurangi kerja berat. Karena tenaga yang tersedia
sangat bermanfaat untuk kesehatan ibu dan bayi
|
|
Masa nifas /saat menyusui setelah
|
Ada, hal ini dibenarkan
karena dalam faktanya masa nifas setelah maghrib dapat menyebabkan badan masa
nifas mengalami penimbunan lemak,disamping itu
organ-organ kandungan pada masa nifas belum pulih
kembali
|
Dampak negative ibu menjadi kurang nutrisi sehingga produksi ASI
menjadii berkuranngan.
|
|
Masa nifas tidak boleh keluar rumah sebelum 40 hari.
|
Tidak ada
|
Dampak negative
hal ini tidak perlu karena masa nifas dan bayi baru lahir (pemberian
imunisasi) harus periksa kesehatannya sekurang-kurangnya 2 kali dalam bulan
pertama yaitu umur0-7haridan8-30hari .
|
|
Ibu setelah melahirkan dan bayinya harus dipijat/ diurut, diberi pilis
/ lerongan dan tapel
|
Dampak positif jika pijatannya benar maka peredaran darah ibu dan bayi
menjadii lancar
|
.Dampak negative pijatan
yang salah sangat berbahaya karena dapat merusak kandungan. Pilis dan tapel
dapat merusak kulit bagi yang tidak kuat / menyebabkan alergi.
|
|
Masa nifas harus minum abu dari dapur dicampur air Masa nifas harus
minum abu dari dapur dicampur air Masa nifas harus minum abu dari dapur
dicampur air.
|
Tidak ada
|
Dampak negative karena
abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu
menyusui untuk memperbanyak produksi ASI nya.
|
|
Masa nifas tidak
diperbolehkan berhubungan intim.
|
Dampak positif dari sisi medis,
sanggama memang dilarang selama 40 hari pertama usai melahirkan. Alasannya,
aktivitas yang satu ini akan menghambat proses
penyembuhan jalan lahir maupun involusi rahim, yakni mengecilnya rahim
kembali ke bentuk dan ukuran semula. Contohnya infeksi atau malah perdarahan.
Belum lagi libido yang mungkin memang belum muncul ataupun pengaruh
psikologis, semisal kekhawatiran akan
robeknya jahitan maupun ketakutan bakal hamil lagi
|
Dampak negative
tidakada.
|
E.
Aspek Sosial Budaya yang berkaitan dengan BBL
Contoh dari aspek budaya sebagai
berikut:
|
Aspek sosial budaya
|
Fakta
|
|
Bayi baru lahir perlu
dipijat setiap hari
|
Pemijatan hanya berguna jika dilakukan dengan benar dan tepat. Sebaiknya
yang melakukan pijat adalah ibu si bayi sendiri. Tentu saja setelah
mempelajari teknik memijat bayi dengan baik. Perlu diperhatikan kondisi si
kecil, apakah ia sedang dalam keadaan nyaman dan sehat untuk dipijat. Selain
itu perlu juga diperhatikan bahan-bahan atau minyak yang digunakan untuk
memijat dapat membuat bayi alergi.
|
|
ng membedong
bayi dapat memperkuat kaki atau membuat struktur kaki bayi menjadi lurus
|
Yang sebenarnya adalah
sentuhan kulit ke kulit membuat bayi baru lahir, terutama bayi premature,
lebih baik perkembangannya. Walaupun begitu, tidak diperlukan untuk
memijatnya setiap hari. Yang perlu dilakukan adalah perbanyak sentuhan dan
berkomunikasi dengan si kecil agar ia merasa nyaman dan aman.
|
|
makanan dan minuman
yang manis membuat gigi berlubang
|
Bahwa gigi menjadi berlubang
diakibatkan tiga hal, yaitu kuman, suasana asam dan keduanya berlangsung
dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila makanan yang mengandung gula menetap
pada sela gigi, kuman akan mengubahnya menjadi asam. Kondisi asam disertai
bakteri yang juga menjadi aktif pada suasana asam, adalah penyebab utama dari
gigi berlubang. Diawali dengan kerusakan pada lapisan email gigi, jika
dibiarkan lama kelamaan gigi menjadi berlubang. Hal-hal yang dapat
menyebabkan gigi berlubang antara lain adalah kebiasaan mengemut atau minum
susu dengan botol sampai tertidur. Makanan manis tidak secara langsung
menyebabkan gigi berlubang, tapi memudahkan pertumbuhan kuman penyebab
kerusakan gigi jika tidak rajin membersihkan gigi dan mulut.
|
|
Jika anak rewel saat
diberi ASI artinya ASI sedikit dan harus diganti susu botol
|
ASI diproduksi sesuai dengan
hisapan si bayi, jadi banyak sedikitnya ASI ditentukan oleh bayi sendiri.
Bayi yang banyak minum ASI akan membuat produksi ASI meningkat. Jadi,
sebenarnya tidak ada istilah ASI sedikit.
Bahwa kondisi tertentu mungkin dapat mengurangi produksi ASI, seperti jika ibu menyusui mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress atau tidak tenang saat menyusui, sedang sakit dan sebagainya. Di sisi lain, bayi mungkin merasa tidak nyaman saat menyusu karena posisi yang kurang nyaman, puting susu yang cenderung masuk ke dalam, ASI yang memancar terlalu kencang atau ia sedang tidak lapar, sedang tidak enak badan dan sebagainya.. |
|
Air susu ibu (ASI)
sebagai makanan yang komplit sampai usia si kecil satu tahun
|
ASI sangat baik untuk
pertumbuhan bayi sampai sia berusia 6 bulan. Namun semakin bertambahnya usia
bayi, ASI tidaklah mengandung cukup kalori dan kurang mengenyangkan seiring
dengan makin aktifnya si kecil. Ada beberapa zat tambahan yang dibutuhkan
anak, misalnya zat besi dan vitamin C yang banyak didapat dari sumber
makanan. Jadi, anak tetap memerlukan makanan tambahan untuk kebutuhan gizinya
juga untuk menghindari resiko anemia.
|
|
Baby walker membantu
anak berlatih berjalan
|
Justru sebaliknya, baby
walker dapat menghambat perkembangan motorik anak. Anak tanpa baby walker
dapat lebih bebas bergerak, berguling, duduk dan berdiri serta bermain di
lantai yang merupakan dasar untuk belajar berjalan. Penelitian pada saudara
kembar menunjukan kembar yang menggunakan baby walker mengalami gangguan
motorik berjalan ketimbang saudaranya. Baby walker tidak lagi disarankan karena
menjadi penyebab utama kecelakaan pada bayi usia 5-15 bulan.
|
|
Gurita mencegah
perut buncit
|
pepemamakaian gurita pada bayi—terutama bayi perempuan, sama sekali tidak ada
hubungannya dengan upaya pencegahan agar perut anak Anda tidak melar ketika
ia dewasa. Ketika dilahirkan, semua bayi memang memiliki perut yang ukurannya
lebih besar daripada dada. Seiring pertambahan usia, perut bayi akan
kelihatan mengecil dengan sendirinya. Pemakaian gurita malah sebaiknya
dihindari karena membuat bayi Anda susah bernapas. Pasalnya, pada awal
kehidupan, bayi bernapas dengan menggunakan pernapasan perut sebelum ia belajar
menggunakan pernapasan dada. Pemakaian gurita yang menekan perut bisa
membatasi jumlah udara yang dihirupnya. Mitos ini tak benar, karena
organ dalam tubuh malah akan kekurangan ruangan. Dinding perut bayi masih
lemas, volume organ-organ tubuhnya pun tak sesuai dengan rongga dada dan
rongga perut yang ada karena sampai 5 bulan dalam kandungan, organ-organ ini
terus tumbuh sementara tempatnya sangat terbatas. Jika bayi menggunakan
gurita maka ruangan untuk pertumbuhan organ-organ ini akan terhambat. Kalau
mau tetap memakaikan gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas dilonggarkan
sehingga jantung dan paru-paru bias berkembang. Bila gurita digunakan agar
tali pusar bayi tidak bodong, sebaiknya pakaikan hanya disekitar pusar dan
ikatannya longgar. Jangan sampai dada dan perut tercekik sehingga jantung
tidak bias berkembang dengan baik karena gurita yang terlalu kencang.
|
|
Pusar ditempel uang
logam supaya tidak bodong
|
pupusar menonjol atau sering diistilahkan bodong pada bayi adalah kondisi
yang wajar. Sebab, otot dinding perut pada bayi masih lemah sehingga bisa
mempengaruhi bentuk pusar. Seiring bertambah kuatnya dinding perut, bentuk
pusar juga akan mengalamiperubahan.
|
|
Bedong agar kaki
bayi tidak bengkok
|
Tittidak ada hubungan antara membedong dengan kekuatan kaki atau struktur kaki
bayi. Justru bayi akan lebih mudah bergerak untuk melatih kaki dan tangannya,
jika bedong dilakukan dengan longgar. Biarkan kaki dan tangan bayi bebas
bergerak.
Membedong anak sekuat mungkin tidak ada hubungannya sama sekali untuk meluruskan kaki bayi. Semua kaki bayi memang bengkok pada awalnya. Hal ini berkaitan dengan posisi bayi yang meringkuk di dalam rahim. Nanti, dengan semakin kuatnya tulang anak dan kian besarnya keinginan untuk bisa berjalan, kaki anak akan lempeng sendiri. Perkembangan fisiologis kaki memang seperti itu.
T
|
|
Bawang yang dicampur
minyak dikenal bias menurunkan panas
|
secara ilmiah benar, karena bawang adalah tumbuhan yang mengeluarkan
minyak yang mudah menguap dan menyerap panas.
|
|
Upacara tedak siti
(menginjak tanah) saat bayi 6-7 bulan
|
secara ilmiah pun ternyata salah, karena pas dengan usia reflex menapak
bayi. Di permukaan badan terdapat putik saraf yang bias menjadi sensor
tekanan. Saraf ini tumbuh saat bayi 6-7 bulan, bersamaan dengan tumbuhnya
struktur otak untuk keseimbangan dan alat-alat keseimbangan untuk posisi
berdiri. Tak heran jika di usia ini bayi sudah mulai belajar menapak.
|
|
Hidung ditarik agar
mancung
|
ini jelas salah, karena tidak ada hubungannya menarik pucuk hidung dengan
mancung atau tidaknya hidung. Mancung atai tidaknya hidung seseorang
ditentukan oleh bentuk tulang hidung yang sifatnya bawaan
|
|
Bayi usia seminggu
diberi makan pisang dicampur nasi agar tidak kelaparan
|
hal ini salah, karena pasalnya usus bayi diusia ini belum punya enzim
yang mampu mencerna karbohidrat dan serat-serat tumbuhan yang begitu tinggi.
Akibatnya bayi jadi sembelit, karena makanan padat pertama adalah di usia 4
bulan, yakni bubur susu dan 6 bulan makanan padat kedua yaitu bubur tim.
|
BAB III
HASIL WAWANCARA
1.
ASPEK BUDAYA PERKAWINAN
Menurut wawancara yang kami lakukan pada
narasumber kami Bapak Sunarno, Kepala bagian kesejahteraan desa Panggungharjo,
Sewon, Bantul beliau menjelaskankan bahwa banyak sekali budaya di negara kita ini. Budaya tersebut termasuk
budaya perkawinan. Berbagai macam budaya berkembang di Indonesia yang masih
melekat di masyarakat, apalagi disuku-suku tertentu.
Beliau mengatakan sebagai seorang bidan
kami haruslah memelajari aspek sosial budaya masyarakat. Hal ini dikarenakan
bidan adalah tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat. Dalam budaya
perkawinan, seorang bidan harus mengerti dan mempelajari budaya tersebut karena
perkawinan menjadi pintu gerbang terbukanya generasi muda yang baik. Menurut beliau, kami perlu memberikan
pendidikan praperkawinan agar pasangan yang akan menikah agar mereka dapat
berumah tangga dengan baik. Kemudian, cara memberikan edukasi tersebut juga
disesuaikan dengan kondisi kebudayaan setempat.
2.
KEHAMILAN
Selain
menimbulkan kebahagiaan bagi wanita dan pasangannya, kehamilan juga dapat
menimbulkan kekhawatiran pada wanita pada trimester 1,2 dan 3. Dengan
menerapkan manajemen asuhan kebidanan diharapkan bidan memperhatikan kebutuhan
dasarmanusia dalam aspek bio-psiko-sosial-budaya dan spiritual.
Menurut
narasumber, kehamilan adalah proses seorang wanita dalam melahirkan generasi
bangsa. Contoh budaya kehamilan yang ada dimasyarakat misalnya di suku jawa,
yaitu “nujuh bulanan” yaitu acara yang diselenggarakan ketika kandungan sudah
menginjak 7 bulan, atau masuk trimester ke 3. Menurut suku jawa acara tersebut
berisi harapan agar janin yang di dalam kandungan tumbuh menjadi anak yang
baik, soleh-solehah, dan berbakti pada orangtua.
Beliau mengatakan aspek sosial budaya
yang dalam masa kehamilan sanagt perlu untuk di pelajari sebagai seorang bidan.
Karena jika ada adat atau upacara dalam masa kehamilan itu membahayakan baik
pada ibu ataupun janin maka bidan harus meluruskan adat tersebut. Caranya
dengan memberikan pengertian atau edukasi tentang bagaimana perawatan yang baik
pada masa kehamilan.
3.
PERSALINAN
Persalinan
adalah proses lahirnya janin ke dunia. Persalinan melalui tahap kala I, kala
II, kala III, dan kala IV. Kala I dimulai ketika pembukaan 1-10 cm, kemudian
kala II dimulai ketika pembukaan sudah lengkap disusul dengan lahirnya seluruh
tubuh janin. Kala III adalah saatbayi lahir lalu disusul dengan kelahiran
plasenta, dan yang terakhir adalah kala IV yaitu lahirnya plasenta dan 1 jam
setelah itu.
Narasumber
mengatakan bahwa saat persalinan peran bidan sangat penting karena yang
menolong persalinan. Beliau menjelaskan budaya yang sering dilakukan ketika
proses persalinan adalah mengubur “ari-ari” atau plasenta di dekat rumah dan
kemudian diberi penerangan serta dibuat pelindung. Mereka berpendapat bahwa
maksud dari agar si anak dekat dengan keluarganya, bersikap baik, dan
menghormati orang tua.
4.
NIFAS
Setelah proses persalinan, maka
selanjutnya adalah masa nifas. Masa nifas adalah masa dimana kembali pulihnya
keadaan ibu setelah persalinan hingga kembali seperti sebelum hamil. Masa nifas
dimulai dari keluarnya plasenta hingga sekitar 40 hari. Dalam masa nifas
seorang ibu harus banyak mengkonsumsi nutrisi untuk mengembalikan tubuhnya
seperti sedia kala.
Kami mengatakan kepada narasumber dalam
masyarakat banyak sekali tumbuh budaya-budaya yang ada ketika masa nifas,
misalnya ada yang mengatakan bahwa pada masa nifas ibu tidak boleh mengkonsumsi
telur, ikan, dan makanan lain yang berbau amis. Kemudian narasumber menanggapi
budaya atau kebiasaan tersebut justru memberikan dampak negatif, karena jika
ibu nifas kurang asupan nutrisi maka tubuhnya pasti akan terasa letih dan bisa
terjangkit penyakit.
5.
BAYI BARU LAHIR
Bayi
baru lahir, normalnya memiliki berat
2500 gr – 4000 gr. Bayi baru lahir memang sangat rentan, apalagi
terhadap suhu. Jika bayi kedinginan maka tubhnya akan berwarna biru dan akan mengalami
hipotermi. Selain itu perawatan pada bayi baru lahir juga sedikit ektra,
seperti tetap menjaga suhu tubuhnya, menjaganya dari iritasi, karena kulit bayi
masih sangat tipis dan halus serta asupan asi untuk bayi. Budaya masyarakat
terkait oleh bayi baru lahir seperti menggedong agar kaki bayi tidak bengkok,
memakaikan gurita agar bayi tetap hangat, dan ada yang menolak untuk imunisasi.
Menurut narasumber bidan harus memilah dan
memilih serta mengedukasi tentang cara-cara perawatan bayi baru lahir. Mengingat
bayi baru lahir masih sangat rentan terhadap penyakit. Apalagi ada sebagian
masyarakat yang menolak imunisasi pada bayinya, jelas ini sangat berdampak
negatif. Narasumber juga mengatakan tidak di berinya imunisasi pada bayi justru
akan memperbesar resiko bayi tertular penyakit atau terinfeksi penyakit.
Sebagai seorang bidan beliau menganjurkan agar kami lebih dapat menjenlaskan
manfaat imunisasi bagi bayi baru lahir.
BAB IV
KASUS DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Perkawinan
1.
Kasus
Seorang laki-laki berumur 51 tahun,
dan seorang perempuan berumur 48 tahun.
Mereka telah memasuki usia perkawinan selama 25 tahun. Mereka memiliki 2 orang
anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Pada awal 5 tahun pertama mereka
banyak menyesuaikan diri satu sama lain terlebih dengan adanya perbedaan budaya
diantara mereka. Sikap saling terbuka dan saling memahami merupakan aspek yang
utama dalam menjalani kehidupan rumah tangga mereka. Selain itu faktor
komunikasi yang terbuka dan aktif merupakan kunci keberhasilan perkawinan. Dari
segi budaya, ditemukan titik temu antara budaya Batak dan budaya Jawa yaitu
selalu mengedepankan nilai marsisarian atau sikap saling menghargai. Dimana
mereka dalam menghadapi kehidupan rumah
tangga selalu mengedepankan sikap saling mengerti, menghargai, dan saling
membantu satu sama lain sehingga semua masalah yang dihadapi dapat diselesaikan
dengan baik.
2. Analisis
dan pemecahan masalah
Dalam kasus tersebut terlihat bahwa
2 budaya menjadi satu. Laki-laki dengan budaya batak dan perempuan dengan
budaya jawa. Namun, mereka sudah lama menikah dan memiliki anak. Tercantum
dalam kasus bahwa kunci keberhasilan perkawinan mereka adalah dengan saling
terbuka dan saling memahami.
Mereka menemukan pemecahan masalah
mereka dengan saling terbuka dan saling memahami satu sama lain. Rasa saling
mengerti satu sama lain menjadikan mereka tetap bersama meskipun memiliki latar
budaya yang berbeda. Budaya yang berbeda sebenarnya justru lebih banyak sisi
positifnya, karena dengan budaya yang berbeda mereka bisa membandingkan dan
mempelajari budaya lain dan mengambil yang baik dari budaya tersebut.
B.
Kehamilan
1. Kasus
Di provinsi Jawa Barat, ibu
yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar
bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Beberapa kepercayaan lain, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
2. Analisa kasus dan pemecahan masalah
Ibu hamil
khususnya trimester 3 (8-9 bulan), butuh energi yang
memadai. Selain untuk mengatasi beban yang kian berat, juga sebagai cadangan
energi untuk persalinan kelak. Itulah sebabnya pemenuhan gizi seimbang tak
boleh dikesampingkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Pertumbuhan otak
janin akan terjadi cepat sekali pada dua bulan terakhir menjelang persalinan.
Asupan gizinya meliputi, karbohidrat, vitamin, protein, tiamin dan air.
Sedangkan dalam kasus diatas ibu hamil membatasi asupan gizi seperti itu justru
akan menyebabkan ibu hamil kekurangan gizi. Jika ibu hamil kekurangan gizi maka
akan banyak resiko yang terjadi seperti, terjadi anemia, persalinan macet serta
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah).
C.
Persalinan
1. Kasus
Baru-baru ini masyarakat mulai percaya bahwa
rumput fatimah dipercayai mampu
mempercepat proses persalinan.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Rumput Fatimah (Labisa pumila)
adalah tumbuhan semak asal Arab. Tanaman ini cukup popular . Rumput fatimah
atau Labisa pumila ini mengandung oksitoksin yaitu zat yang digunakan oleh
tubuh untuk merangsang kontraksi rahim, sehingga dipercaya dapat mempercepat
persalinan. Zat sejenis oksitoksin yang terkandung di dalam rumput fatimah sama
seperti obat yang diberikan untuk menginduksi ibu hamil agar terjadi kontraksi.
Kandungan
oksitosin tersebut dosisnya tidak dapat diukur. Tumbuhan ini dipakai dengan
cara akarnya direndam. Air rendaman inilah yang diminum. Semakin lama direndam,
kadar oksitosin yang terlarut pun semakin pekat. Dosisnya bisa jadi
berlipat-lipat. Minum
rendaman akar rumput fatimah ini akan menimbulkan masalah, Jika mulut rahim
belum terbuka, efek kuat kontraksi ini bisa berbahaya. Risikonya dapat
menimbulkan pendarahan akibat kontraksi rahim sehingga menyebabkan pecahnya
pembuluh-pembuluh darah dan stres otot. Kontraksi yang ditimbulkan akan sangat
tinggi, tanpa ada jeda waktu istirahat. Yang sering terjadi, para ibu hamil
sudah meminumnya dari rumah. Alhasil, kontraksinya benar-benar kencang. Tapi
pembukaannya tidak sesuai dengan kontraksinya. Efeknya berbeda-beda, untuk ibu
yang pembukaannya sudah hampir sempurna memang dapat membantu mempercepat
kelahiran, namun bagi yang pembukaannya masih awal tentu tidak sesuai dengan
kontraksi yang hebat tersebut. Jika tidak tahan akan kontraksi, ibu akan
terus-terusan mengejan padahal pembukaan masih sedikit, sehingga besar
kemungkinan rahim akan robek.
D.
Nifas
1. Kasus
Dalam budaya masyarakat jawa ibu nifas, tidak boleh
mengkonsumsi telur, ikan, dan makanan yang berbau amis lainnya. Karena menurut
kepercayaan mereka makanan tersebut membuat luka pasca bersalin menjadi lama
pulihnya. Kemudian juga tidak boleh tidur siang dan tidak boleh pergi kemana
pun selama 40 hari.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Masa nifas adalah masa pulihnya tubuh ibu pasca bersalin.
Masa nifas terjadi sekitar 40 hari. Dalam masa nifas ibu butuh asupan gizi yang
cukup terutama karbohidrat dan protein. Karena ibu nifas membutuhkan energi
untuk melakukan aktifitasnyanya lagi setelah bersalin serta mengembalikan tubuh
seperti sebelum hamil. Dengan dilarangnya ibu mengkonsumsi telur atau ikan
tentu ibu nifas akan kekurangan protein, sedangkan protein adalah zat utama
pembentuk rantai hemoglobin dalam sel darah merah. Jika zat pembentuk
hemoglobin saja kurang maka ibu nifas bisa saja terkena anemia. Cepat atau lama
kesembuhan luka pasca bersalin tergantung pada nutrisi yang ibu konsumsi.
Justru ibu nifas sebaiknya mengkonsumsi zat protein tinggi seperti telur, ikan,
dan ayam serta sayuran dan buah-buahan.
E.
Bayi baru lahir
1. Kasus
Budaya masyarakat indonesia mengenai bayi baru lahir,
biasanya mereka mengenakan gurita pada bayi dan kemudian di bedong. Mereka
mengatakan bahwa itu bertujuan agar perut bayi tidak kembung dan dengan di
bedong kaki bayi tidak bengkok.
2. Analisa dan pemecahan masalah
Pemakaian gurita dan bedong sebenarnya bertujuan agar
bayi tetap hangat. Namun terkadang masyarakat menambahi-nambahi tujuan tersebut
seperti bayi di bedong agar kakinya tidak bengkok. Bengkok tidaknya kaki bayi
itu di karenakan asupan kalsium yang ibunya konsumsi saat hamil. Jika pada saat
hamil ibu tidak banyak mengkonsumsi kalsium maka bayi pun akan menderita kekurangan
kalsium bahkan kelainan tulang.
Pemakaian gurita yang terlalu ketat juga justru akan
mempengaruhi perkembangan bayi, karena gurita yang terlalu ketat membuat bayi
suka bernafas dan tidak memiliki lingkup gerak yang bebas. Karena itu jika bayi
di kenakan gurita, ikatlah jangan terlalu ketat, sehingga masih ada ruang bayi
untuk bebas bernafas. Begitu pula dengan bedong, jika terlalu ketat justru akan
membuat bayi tidak bisa bergerak bebas. Pemakaian gurita dan bedong yang
berasal dari bahan yang tidak sesuai juga bisa membuat iritasi pada kulit bayi.
BAB V
PEMBAHASAN
Lingkup pelayanan
kebidanan sangatlah luas, mulai dari perkawinan, kehamilan, persalinan, nifas,
BBL, bayi, balita, bahkan hingga menopause. Tentunya lingkup pelayanan tersebut
juga mencakup tentang aspek sosial budaya masyarakat. Indonesia memang negara yang
mempunyai banyak budaya baik khususnya dalam perkawinan, kehamilan, persalinan,
nifas dan BBL. Budaya-budaya tersebut terkadang ada yang tidak sesuai jika
dilihat dari sisi kesehatan.
A. Aspek Sosial Budaya Perkawinan
Perkawinan merupakan wujud menyatukan dua
orang, laki-laki dan perempuan ke dalam satu tujuan yang sama. Salah satu
tujuan pernikahan adalah bahagia bersama pasangan hidup. Dalam aspek sosial
budaya perkawinan ada faktor pendukung dan penghambat.
Faktor pendukung keberhasilan penyesuaian perkawinan
mayoritas mereka saling memberi, dan menerima cinta, menghormati dan
menghargai, serta saling terbuka. Hal itu tercermin bgaimana suami istri
menjaga hubungan mereka dengan baik. Mampu menyikapi perbedaan yang muncul
sehingga kebahagiaan dalam hidup berumah tangga tercapai. Faktor penghambat
yang mempersulit penyesuaian perkawinan biasanya salah satu dari mereka tidak
dapat menerima perubahan sifat atau kebisaan di awal perkawinan, tidak
berinisiatif menyelesaikan masalah, perbedaan budaya maupun tidak tahu peran
masing-masing.
B.
Aspek Sosial Budaya Kehamilan
Masa kehamilan merupakan masa yang penting dan
menjadi sorotan masyarakat. Seperti deskripsi kehamilan oleh Malinawski (1927)
bahwa kehamilan merupaka fokus perhatian yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat. Terlepas dari sudut pandang masyarakat tentang masa kehamilan,
terdapat berbagai pandangan budaya, serta faktor sosial lainnya dalam
kepentingan reproduksi. Hal tersebut meliputi :
1. Keinginan ideal perorangan untuk memiliki anak
dengan jenis kelamin tertentu
2. Mengatur waktu kelahiran
3. Sikap menerima tidaknya kehamilan
4. Kondisi hubungan suami istri
5. Kondisi ketersidiaan sumber sosial
Selain faktor sosial tersebut ada pula
faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi, seperti tradisi-trasdisi lingkungan.
Ada yang mengatakan bahwa ibu hamil tidak boleh mengkonsumsi telur. Padahal
telur mengandung protein yang baik untuk kebutuhan gizi ibu hamil.
C. Aspek Sosial
Budaya Persalinan
Persalinan normal adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau hidup diluar
kandungan melalui jalan lahir secara spontan dengan presentasi kepala tanpa
komplikasi. Persalinan dibgai menjadi 4 kala, yaitu kala I, II, III dan IV.
Kala I dimulai ketika pembukaan 1-10 cm, kemudian kala II dimulai ketika
pembukaan sudah lengkap disusul dengan lahirnya seluruh tubuh janin. Kala III
adalah saatbayi lahir lalu disusul dengan kelahiran plasenta, dan yang terakhir
adalah kala IV yaitu lahirnya plasenta dan 1 jam setelah itu.
Masyarakat pedesaan umumnya melakukan
persalinan di dukun beranak. Mereka beranggapan bahwa dukun beranak lebih
berpengalaman dibandingan tenaga medis. Selain itu pemilhan bersalin di dukun
beranak didasarkan karena mengenal secara dekat, murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kalahiran anak serta merawat
ibu selama masa nifas. Disamping itu juga karena keterbatasan biaya, dan
jangkauan pelayanan kesehatan yang jauh.
Selain budaya bersalin di dukun beranak, ada
juga masyarakat yang masih percaya pada pantangan-pantangan atau mengkonsumsi
sesuatu agar persalinannya lancar. Sebenarnya,kelancaran
persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik
berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi.
Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu,terutama kesiapannya
dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas,bisa saja persalinannya jadi tidak
lancar hingga harus dioprasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa
sakit yang terjadi selama persalinan, faktor lain yang juga harus diperhatikan:
riwayat kesehatan ibu,apakah pernah menderita diabetes,hipertensi atau sakit
lainnya; gizi ibu selama hamil,apakah mencukupi atau tidak; dan lingkungan
sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya dengan emosi ibu.
Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Bahkan,berdasarkan penelitian,ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak
hiperaktif,sulit konsentrasi dalam belajar,kemampuan komunikasi yang kurang,dan
tidak bisa kerja sama.
D. Aspek Sosial
Budaya Nifas
Masa nifas merupakan masa selama persalinan
dan setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya pada waktu saluran
reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Donald, 1995). Kebutuhan
masa nifas sangatlah banyak, mulai dari kebutuhan fisik, nutrisi, dan ambulasi.
Ibu nifas sangat banyak butuh asupan nutrisi terutama karbohidrat, protein dan
serat.
Ada sebagian masyarakat menganggap
mengkonsumsi telur, ikan dan daging
menyebabkan penyembuhan luka pasca bersalin menjadi lama. Padahal ibu nifas
perlu makanan yang bergizi dan seimbang. Jika ibu nifas kekurangan zat gizi
maka ibu nifas bisa saja terserang penyakit. Kepercayaan ini tidak ada sisi
positifnya sama sekali bahkan justru berdampak negatif
E. Aspek Sosial
Budaya Bayi Baru Lahir
Seorang bayi baru lahir umumnya memiliki berat
sekitar 2500-4000gr dengan panjang 45-55 cm. Tetapi ia akan kehilangan sampai
10 % dari berat tubuhnya dalam sehari-hari setelah kelahiran. Kemudian pada
akhir minggu pertama berat tubuhnya akan mulai naik kembali. Karenanya tidaklah
mengherankan jika seorang bayi yang baru lahir memerluka beberapa minggu untuk
menyusuaikan diri.
Perawatan bayi baru lahir juga sedikit harus
teliti, seperti dalam memilih pakaian, dan
peralatan mandi. Kulit bayi sangatlah lembut dan tipis, jika tidak
hati-hati dalam memilih pakaian maka bisa saja terjadi iritasi pada kulit bayi.
Selain itu peralatan mandi juga perlu di perhatikan. Seperti sabun bayi, agar
tidak menimbulkan iritasi di kulit bayi. Bayi juga sangat dijaga kehangatannya.
Pakaian yang hangat membuat bayi lebih terjaga suhu tubuhnya. Selain perawatan
kulit, bayi baru lahir perlu perawatan tali pusar. Beberapa kalangan masyarakat
memakaikan gurita pada bayi. Pemakaian gurita yang terlalu kencang membuat tali
pusar bayitidak cepat mengering. Selain itu pemakaian gurita yang terlalu ketat
membuat ruang nafas bayi tidak bebas. Oleh karena itu, jika mengenakan gurita
jangan terlalu ketat, begitu pula dengan bedong. Masyarakat berpendapat bahwa
di bedong itu bertujuan agar kaki bayi tidak begkok. Padahal bengkok tidaknya
tulang bayi tergantung pada asupan yang dikonsumsi ibu saat hamil. Jika ibu
kurang mengkonsumsi kalsium maka bisa saja kaki bayi akan bengkok meskipun
dibedong.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bidan
sebagai salah seorang anggota tim kesehatan yang terdekat dengan masyarakat,
mempunyai peran yang sangat menentukan dalam meningkatkan status kesehatan
masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya. Seorang bidan
harus mampu menggerakkan peran serta masyarakat khususnya, berkaitan dengan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, balita, anak-anak, remaja
hingga lansia.
Seorang
bidan perlu mempelajari sosial budaya masyarakat tersebut yang meliputi
pengetahuan penduduk, tradisi dan kebiasaan sehari-hari. Budaya tersebut baik
dipandang melalui norma dan nilai, agama, bahasa, kesenian dan lain-lain. Melalui kegiatan tersebutlah bidan bisa
melakukan promosi kesehatan kepada masyarakat dan melakukan berbagai penyuluhan
agar tercipta masyarakat yang sehat dan sejahtera.
B. Saran
Sebagai tenaga medis yang dekat dengan masyarakat, bidan haruslah memahami
adat istiadat dan tradisi setemmpat yang berhubungan dengan pelayanan
kebidanan. Kemudian dengan mempelajari hal tersebut bidan akan lebih mudah
masuk ke masyarakat dan melakukan berbagai promosi kesehatan dan penyuluhan.
Daftar Pustaka
Natalia, D.,
& Iriani, F. 2002. Penyesuaian
Perempuan Non-Batak Terhadap Pasangan
Hidupnya Yang Berbudaya Batak. Jurnal Ilmiah PsikologiNo.VII.27.36
Iskandar, T. 2006. Artikel Psikologi
Perkawinan.http://www.
Gunadarma.ac.id./library/articles/graduate/psychology/2006/artikel/pdf. Diakses 30 Maret 2015 jam 23.00 WIB.
Cimura Irsal.
2012. Makalah Aspek Ssosial Budaya yang
Berkaitan dengan Pra Perkawinan dan Kehamilan. http://id.wikipedia.org/wiki/budaya. Diakses 8 April 2015 jam
12.45 WIB.
Prabowo, M. R., Penyesuaian Perkawinan pada Pasangan yang Berlatar Belakang
Etnis Batak